![]() |
Gambar diatas saya potret dari salah satu jalan pintasan yang biasa saya lewati di Kota Medan. Mudah-mudahan tidak ada lagi yang buang sampah sembarangan ya:) |
Menurut saudara-saudara, apa yang
biasanya dimohonkan oleh orang-orang yang sedang berdo’a kepada Tuhan?
Kalau menurut kebiasaan, orang akan
meminta yang baik-baik untuk diri sendiri maupun untuk orang yang di do’akannya. Ya,
kan?
Makanya, selain berdo’a secara
personal untuk kebaikan diri, ada juga kebiasaan di masyarakat untuk minta di
do’akan oleh orang lain untuk berbagai keperluan.
Misalnya, jika ada kolega yang naik
haji atau umroh, orang-orang yang tidak ikut berangkat pada nitip di do’akan di
depan Ka’bah. Ada jomblo yang nitip do’a minta didatangkan jodoh, ada juga yang
minta rezekinya diperlancar dan sebagainya.
Pun dalam Pilpres, Pileg, Pilkada dan
Pilkades, para kandidat yang sedang berkompetisi memperebutkan amanah biasanya
keliling-keliling menjumpai tokoh agama, tokoh masyarakat dan komunitas
masyarakat. Safari ini untuk tujuan sowan
dan “mohon do’a restu” plus kalau bisa dicoblos juga wajahnya di bilik
suara nantinya (plusnya ini yang penting, hehehe). Walaupun ya, setelah menang
belum tentu mereka datang lagi dan merealisasikan janji-janjinya.
Nah, bagaimana kalau do’a juga ditujukan
untuk mengancam orang lain. Artinya, do’a itu berisi permintaan agar Sang
Pengabul Do’a segera menindak tegas, kalau perlu mencabut nyawa orang-orang
yang menurut pemohon tidak sesuai dengan yang dikehendakinya.
Menurut kalian akankah Allah SWT mengabulkannya?
Saya sih tak mampu, sungguh-sungguh tak mampu untuk menjawabnya. Terlalu
dangkal dan tidak akan cukup pengetahuan saya untuk mengetahui kehendak Allah.
Saya tidak menyalahkan orang-orang
yang berdo’a seperti itu. Berbagai hal bisa melatarbelakanginya. Tapi
saudara-saudara, munculnya do’a-do’a sejenis pada dasarnya menunjukan rendahnya
tingkat keberadaban dan nalar sosial kemanusian kita.
Agak aneh saja bagi saya, do’a yang
semestinya meminta kebaikan kenapa malah berubah menjadi ancaman yang menurut
saya lumayan mengerikan?
Keberadaban adalah karya dari akal
budi sedangkan ketidakberadaban adalah wujud dari nafsu angkara yang membakar
hati. Rendahnya keberadaban berarti akal budi tidak bekerja lagi sebagaimana
mestinya, sehingga nalar sosial sebagai bagian dari komunitas manusia yang
berpikir lantas dikalahkan oleh nafsu angkara. Sejarah telah menunjukan
kepada kita, bahwa banyak peradaban hebat di masa lalu yang hancur dan hanya
tersisa cagar budaya untuk dikunjungi turis karena permasalahan ini.
Akhirnya, kita menjadikan kita sebagai
ukuran segala-galanya tanpa peduli orang lain akan teraniaya atau haknya
sebagai manusia setara tak lagi dapat dinikmatinya.
Mungkin inilah yang melatar belakangi
sebagian dari kita kemudian meminta Tuhan untuk segera bertindak nyata.
Pada konteks sosial kemasyarakatan,
sesungguhnya inilah kegagalan kita untuk menjadi bagian dari komunitas masyarakat
manusia. Akal, rasa, budi pekerti yang dianugrahkan kepada kita tak lagi kita
dipedulikan. Pertanyaannya, apakah perlu Tuhan kita libatkan untuk
menyelesaikan urusan-urusan sesama kita? Tak cukupkah petunjuk-petunjuk dan
tanda-tanda kebesarannya sebagai pembelajaran dan pedoman untuk menyelesaikan
masalah?
Nah, balik lagi ke yang tadi, apakah
do’a yang berisi ancaman akan dikabulkan Allah SWT? Saya sekali lagi tidak
mampu menjawabnya. Kalau kalian mampu menjawabnya, silahkan saja.
Tapi saudara-saudara, jangan sampai
nikmat akal, rasa, nurani dan budi pekerti yang telah kita terima menjadi
mubazir dan tidak terpakai. Sayang aja, soalnya, Allah SWT melebihkan itu untuk kita dibandingkan makhluk-Nya yang lain.
No comments:
Post a Comment