Berisi Opini dan Pemikiran Terkait Berbagai Isu (Hukum, Politik, Kemasyarakatan, Sosial Budaya) yang Sedang Berkembang dan Mencoba Untuk Menjaga Pikiran dari Berbagai Hoaks

Search This Blog

Wednesday, March 1, 2017

Kalah Jadi Abu, Menang Jadi Arang

Hebat orang tua-tua dulu yang banyak belajar dari tanda-tanda kebesaran sang pencipta. Dari tanda-tanda ini, beliau-beliau itu kemudian menghasilkan petuah bijaksana yang sampai sekarang masih bisa dijadikan bahan intropeksi. 

Diantaranya ya petuah kalah jadi abu, menang jadi arang. Petuah ini kira-kira berarti kekalahan atau kemenangan dalam sebuah konfrontasi sama-sama berarti kalah:)

Loh, kok bisa? Kalah ya kalah dan menang artinya berhasil mengalahkan lawan, titik. 
Itulah hebat nya orang tua kita itu. Mereka tidak menggunakan titik, tapi koma. Tidak menang titik tapi menang koma. Artinya, mereka memikirkan matang-matang implikasi sebuah keadaan. Tidak sekedar nyosor untuk mengalahkan pihak lain demi kepuasan. Jika kalah bagaimana, jika menang bagaimana. Jadi mungkin saja mereka memilih untuk kalah dulu lalu menang kemudian atau memang harus sekuat tenaga memenangkan pertandingan karena implikasi masa yang akan datang sudah diperhitungkan. Mengalah sementara pada konsep ini sama dengan penundaan kemenangan demi menciptakan keadaan yang lebih baik:)

Mengalah sementara ini tidak sama dengan kalah melulu ya. Kalah melulu itu bukan mengalah sementara. Tapi memang wujud ketidakmampuan. Mengalah sementara ini juga tidak berarti kalah habis-habisan sehingga susah untuk bangkit lagi. Tapi ada kondisi yang sudah disadari, ada kemampuan yg saat ini disimpan kemudian diperbaiki dan nanti akan digunakan. 

Saya juga tidak bicara tentang pertandingan yg menguji keahlian spesifik, seperti pertandingan karate atau olimpade matematik misalnya. Ini tentang konfrontasi yang memiliki implikasi luas di masa depan. 

Petuah ini mengajak kita untuk melihat dengan cermat sebuah keadaan, memeriksa dengan teliti mengapa keadaan itu bisa terjadi dan menghitung dengan tepat apa yang harus disiapkan di masa yang akan datang. Kemenangan yang dipaksakan sama dengan memastikan kekalahan yang lebih besar lagi kemudian. 
Karena tenggelam dalam eforia, kadang-kadang kita harus mengalami kekalahan dulu baru bisa mengerti keadaan diri kita dan apa serta bagaimana kita akan memperbaiki keadaan itu. 

Tapi konsep ini hanya berlaku jika konfrontasi itu murni demi keadaan yang lebih baik, sehingga para pelakunya dapat melihat dengan jernih rangkaian peristiwa-peristiwa yang menyebabkan kekalahan. Kalau ada kepentingan yang lain di balik konfrontasi, tentunya konsep ini akan ditolak krn dapat menghambat kepentingan itu. Konsep ini pendekatannya hikmah dan kebijaksanaan. Kepentingan-kepentingan itu pendekatannya nafsu dan amarah karenanya dalam kamus mereka hanya ada kalah atau menang, tidak ada mengalah untuk menang di dalamnya. Kekalahan atau kemenangan yang perjuangannya di dasari nafsu dan amarah inilah pintu masuk kalah jadi abu dan menang jadi arang. Kalah menjadi abu dan luluh lantak, menang menjadi arang yg tinggal menunggu waktu kekalahan berikutnya. 

Simpati dan prihatin saya untuk saudara-saudara yang daerahnya diwarnai bentrok krn pilkada. Ada yg korban nyawa, luka-luka dan terbakarnya fasilitas-fasilitas.

Jika pemimpin yg di bela tidak membangkitkan potensi positif dalam diri kita bahkan membakar sisi negatif kita untuk kepentingannya, mungkin kita harus pertimbangkan bahwa pemimpin itu bukan pemimpin yang layak untuk kita sembahkan pengorbanan. Kita kalah menjadi abu, menang menjadi arang dan mereka menari diatasnya. 

Semoga Allah SWT memberikan tempat yang layak bagi almarhum/mah para orang tua yang mewariskan kebijaksanaan dan melindungi mereka-mereka yang menyebarkan hikmah dan kebijaksanaan. Amin. 

Begitulah...

No comments:

Post a Comment