Hebat orang tua-tua dulu yang banyak belajar dari tanda-tanda
kebesaran sang pencipta. Dari tanda-tanda ini, beliau-beliau itu
kemudian menghasilkan petuah bijaksana yang sampai sekarang masih bisa
dijadikan bahan intropeksi.
Diantaranya ya petuah kalah jadi
abu, menang jadi arang. Petuah ini kira-kira berarti kekalahan atau
kemenangan dalam sebuah konfrontasi sama-sama berarti kalah:)
Loh, kok bisa? Kalah ya kalah dan menang artinya berhasil mengalahkan lawan, titik.
Mengalah
sementara ini tidak sama dengan kalah melulu ya. Kalah melulu itu bukan
mengalah sementara. Tapi memang wujud ketidakmampuan. Mengalah sementara
ini juga tidak berarti kalah habis-habisan sehingga susah untuk bangkit
lagi. Tapi ada kondisi yang sudah disadari, ada kemampuan yg saat ini
disimpan kemudian diperbaiki dan nanti akan digunakan.
Saya juga
tidak bicara tentang pertandingan yg menguji keahlian spesifik, seperti
pertandingan karate atau olimpade matematik misalnya. Ini tentang
konfrontasi yang memiliki implikasi luas di masa depan.
Petuah
ini mengajak kita untuk melihat dengan cermat sebuah keadaan, memeriksa
dengan teliti mengapa keadaan itu bisa terjadi dan menghitung dengan
tepat apa yang harus disiapkan di masa yang akan datang. Kemenangan
yang dipaksakan sama dengan memastikan kekalahan yang lebih besar lagi
kemudian.
Karena tenggelam dalam eforia, kadang-kadang kita harus
mengalami kekalahan dulu baru bisa mengerti keadaan diri kita dan apa
serta bagaimana kita akan memperbaiki keadaan itu.
Tapi konsep ini hanya berlaku jika konfrontasi itu murni demi keadaan yang lebih baik, sehingga para pelakunya dapat melihat dengan jernih rangkaian peristiwa-peristiwa yang menyebabkan kekalahan. Kalau ada kepentingan yang lain di balik konfrontasi, tentunya konsep ini akan ditolak krn dapat menghambat kepentingan itu. Konsep ini pendekatannya hikmah dan kebijaksanaan. Kepentingan-kepentingan itu pendekatannya nafsu dan amarah karenanya dalam kamus mereka hanya ada kalah atau menang, tidak ada mengalah untuk menang di dalamnya. Kekalahan atau kemenangan yang perjuangannya di dasari nafsu dan amarah inilah pintu masuk kalah jadi abu dan menang jadi arang. Kalah menjadi abu dan luluh lantak, menang menjadi arang yg tinggal menunggu waktu kekalahan berikutnya.
Simpati dan prihatin saya untuk saudara-saudara yang daerahnya diwarnai
bentrok krn pilkada. Ada yg korban nyawa, luka-luka dan terbakarnya
fasilitas-fasilitas.
Jika pemimpin yg di bela tidak membangkitkan
potensi positif dalam diri kita bahkan membakar sisi negatif kita untuk
kepentingannya, mungkin kita harus pertimbangkan bahwa pemimpin itu
bukan pemimpin yang layak untuk kita sembahkan pengorbanan. Kita kalah
menjadi abu, menang menjadi arang dan mereka menari diatasnya.
Semoga Allah SWT memberikan tempat yang layak bagi almarhum/mah para
orang tua yang mewariskan kebijaksanaan dan melindungi mereka-mereka
yang menyebarkan hikmah dan kebijaksanaan. Amin.
Begitulah...
No comments:
Post a Comment