Berisi Opini dan Pemikiran Terkait Berbagai Isu (Hukum, Politik, Kemasyarakatan, Sosial Budaya) yang Sedang Berkembang dan Mencoba Untuk Menjaga Pikiran dari Berbagai Hoaks

Search This Blog

Friday, January 19, 2018

AH, TUAN. MENGAPA KITA BEGITU?





AH, TUAN. MENGAPA KITA BEGITU?

Tuan, mengapa kita begitu?

Kita melarang orang untuk sombong, tapi kita tak kalah sombongnya.
Kita melarang orang untuk tidak menistakan kita, tapi kita tak kalah menistanya.
Kita melarang orang untuk menghina dan mencaci kita, tapi kita tak kalah menghina dan mencacinya.
Kita melarang orang untuk berkata-kata kasar, tapi kata-kata kita tak kalah kasarnya.
Kita melarang orang untuk memfitnah kita, tapi fitnah dari kita terus ada.
Kita melarang orang untuk berpraduga negatif, tapi praduga negatif kita tak henti-hentinya.


Tuan, mengapa kita begitu?



Kita meminta orang untuk menghargai kita, tapi kita tak dapat menghargai orang lain.
Kita meminta orang untuk cerdas, tapi kita tak membiarkannya berpikir.
Kita meminta orang untuk belajar, tapi kita tak mau menerima hasil belajarnya.
Kita meminta orang untuk menjernihkan hati, tapi hati kita tidak jernih.
Kita meminta orang untuk mencari informasi, tapi kita menolak informasi.
Kita meminta orang untuk menghargai perbedaan, tapi kita tidak menerima orang yang berbeda.

Tuan, mengapa kita begitu?

Kita ingin orang menerima kehendak kita, tapi kita tidak ingin orang juga berkehendak.
Kita ingin orang memikirkan perkataan kita, tapi kita tidak mau memikirkan perkataan orang lain.
Kita ingin orang menghargai apa yang kita hargai, tapi kita menolak bahwa orang juga menghargai apa yang mereka hargai.
Kita ingin agar kitalah yang paling benar, tapi marah jika orang mengatakan bahwa mereka juga merasa paling benar.
Kita ingin orang menerima tafsir kita, tapi kita menolak orang memiliki tafsirnya sendiri.
Kita ingin orang mengakui kemuliaan kita, tapi kita menolak memuliakan orang lain.



Tuan, mengapa kita begitu? 

Tak bisakah semua yang kita larang, kita minta dilakukan orang lain dan kita inginkan dari orang lain itu, kita lakukan untuk diri kita terlebih dahulu?
Bukankah untuk memperbaiki keadaan, kita harus memulainya dari memperbaiki diri kita sendiri terlebih dahulu?
Bukankah untuk mencerdaskan orang lain, kita harus memulainya dari mencerdaskan diri kita dahulu?
Bukankah untuk menjernihkan akal dan pikiran orang lain, kita harus memulainya dari menjernihkan akal dan pikiran kita sendiri terlebih dahulu?
Bukankah untuk menghasilkan perubahan kita harus bersedia menjadi bagian dari perubahan dan merubah diri kita terlebih dahulu?
Bukankah untuk meluruskan informasi kita harus meluruskan informasi kita terlebih dahulu?

Tuan, mengapa kita begitu? 



Berikanlah aku yang sedang belajar dan terus belajar ini sebuah ilmu yang mapan, yang dapat ku dengar dan ku baca dan dijadikan pedoman.
Berikanlah aku yang sedang menempa diri ini sebuah arahan yang jelas dan tidak plinplan serta berubah-ubah bergantung keadaan.
Berikanlah aku yang terombang-ambing narasi ini sebuah ketenangan menyejukan yang jauh dari amarah yang menghancurkan.
Berikanlah aku yang bingung ini sebuah jalan yang tidak gelap tertutupi berbagai kepentingan.
Berikanlah aku yang ingin berprilaku lebih baik ini contoh kebaikan prilaku yang berguna untuk kehidupan dan kebersamaan.
Berikanlah aku yang merindukan kemuliaan ini sebuah keteladanan sikap dari orang-orang yang dimuliakan.

Tuan, mengapa kita begitu.

Aku semakin bingung, sebenarnya yang munafik itu siapa? Kita kah? Mereka kah? Atau kita dan mereka sama saja?

Begitulah…

No comments:

Post a Comment