Berisi Opini dan Pemikiran Terkait Berbagai Isu (Hukum, Politik, Kemasyarakatan, Sosial Budaya) yang Sedang Berkembang dan Mencoba Untuk Menjaga Pikiran dari Berbagai Hoaks

Search This Blog

Sunday, January 7, 2018

DINAMISNYA POLITIK; MENIKMATI PILKADA 2018



Penilaian subjektif dan objektif politik


Politik memang dinamis, sedinamis kepentingan yang ada di dalamnya.

Dari sisi politik, tidak ada yang tidak mungkin, tidak ada yang kejam, tidak larut dalam pertimbangan apakah akan ada yang terluka, tidak larut dalam pertimbangan akankah mereka yang digadang-gadangkan itu akan mampu atau tidak. Yang ada hanyalah kebutuhan, bahwa hari ini ada kontestasi yang hendak dimenangkan.


Itulah seni mendudukan kandidat dan itu biasa-biasa saja. Kandidat yang didudukan itu mesti punya kemungkinan menang paling tinggi diantara pilihan-pilihan yang ada, lalu waktu yang akan menjawab, apakah kemampuan yang diceritakan itu benar nyata atau tidak. Dan ini masih bagian pertama.

Bagian ke dua, bagaimana mempengaruhi suara para pemilik suara. Ada seribu satu narasi yang bisa disusun dan ada seribu satu jalan yang bisa ditempuh, serta ada seribu satu alasan yang bisa diciptakan. Tinggal ditentukan yang mana yang paling cocok dengan kadar selera pemilih. Jangan heran jika mereka yang tampil bisa berubah-rubah warna dan wacana. Jangan heran kalau yang kemaren tidak boleh, sekarang boleh. Yang kemaren disuatu tempat dilarang, ditempat yang lain dilakukan. Semua tergantung kadar selera calon pemilih yang akan dipengaruhi.


Semakin tinggi daya nalar pemilik suara, semakin berat pekerjaan untuk mempengaruhinya. Tak cukup dengan menjual angan-angan yang diwacanakan. Tak mempan kampanye hitam yang digaungkan. Tak berpengaruh tumpukan uang yang dijejalkan. Si kandidat dan pendukungnya, harus benar-benar punya ukuran yang jelas, rekam jejak yang mampuni dan ekspektasi masa depan yang meyakinkan. Tanpa itu jangan harap pemilik suara akan menyerahkan suaranya.

Sebaliknya, semakin rendah daya nalar pemilik suara, semakin mudah mempengaruhi bahkan mengatur kemana suara miliknya itu akan diserahkan. Kandidat tak perlu menunjukan hasil kerja-kerja kerasnya. Cukup dengan tidak menganggu zona nyamannya. Cukup dengan memberikan kenikmatan sesaat yang dikehendakinya. Cukup dengan memuji angan-angannya walau untuk sementara. Cukup dengan menimbulkan kekaguman-kekaguman yang memenuhi hasratnya. Cukup dengan meyakinkan bahwa mereka seolah-olah sudah berjalan di jalan yang seharusnya. Kemudian tinggal tunggu saja kehadirannya di bilik suara.


Disinilah kepiawaian para sutradara ditentukan, sekaligus tanggung jawab moral dan etiknya di uji. Apakah mereka akan mendewasakan kecerdasan atau memelihara dan memanfaatkan kebodohan. Itulah pilihan bagi mereka.

Selanjutnya bagian ke tiga. Tahap pembuktian dalam waktu yang berjalan. Apakah mereka yang telah dipilih itu akan membuat sutradara dan pemilik suara tersenyum bangga atau meringis sedih. Para sutradara akan tersenyum dan bersedih berdasarkan terpenuhi atau tidak kebutuhan dan kepentingannya. Para pemilik suara dengan daya nalar tinggi akan tersenyum atau meringis berdasarkan penalaran objektif terhadap realitas yang ada. Sedangkan pemilik suara dengan daya nalar rendah akan tersenyum atau meringis berdasarkan penilaian subjektif terhadap kebutuhan jangka pendeknya dan kesenangan praktis yang mempengaruhi perasaanya.

Lalu seni politik pun kembali ke bagian pertama.

Dari seluruh bagian itu, pemilik suaralah pemegang kuncinya. Para sutradara hanyalah menyediakan pilihan-pilihan untuk dipilih. Semakin cerdas para pemilik suara, semakin cerdas juga pemimpin yang dihasilkannya dan semakin jelas arah tujuan bersama yang hendak diraih.


Sebaliknya, semakin rendah daya nalar pemilik suara, semakin besar peluang bagi mereka yang sebenarnya tidak bisa berbuat apa-apa menikmati manisnya kekuasaan. Dan, kehidupan pemilik suara itu tidak pernah akan lebih baik dari keadaan sebelumnya.

Tinggal kita, para pemilik suara yang memilih, kita akan menjadi pemilik suara yang seperti apa.

Selamat menikmati pilihan-pilihan untuk Pilkada 2018.

Begitulah...

No comments:

Post a Comment