Oleh: Maya Sari AR
Ternyata
usia tua gak jaminan
kedewasaan.
Ceritanya
pagi ini pengen sarapan mie ayam, dan
aku langsung menuju TKP. Tuh tempat mie ayam
masih sepi. Cuma ada seorang bapak separuh baya. Pesan
dulu lah,
pikir ku. Soalnya
kalau gak mesan, masa iya aku yang jual. Hahaha.
Sambil
nunggu pesanan, duduk lah diriku di samping tu Bapak.
Mungkin karena efek yang duduk di sebelah
ku seorang pemuda tua. Jam
terasa lama berlalu. Hahhaa, maafkan daku suami ku.
Sekitar 5 menit, terdengar suara "hoarkkk"
dari samping.
Tu bapak batuk berdahak. Dari
suaranya aku hampir mikir ada organ dalam
tubuhnya ikut keluar. Hehehe. Kan gak lucu juga kalau usus 12 jari ikutan
keluar.
Nah, sesuai keadaban, Aku tuh mikirnya, nih bapak pastinya keluar sebentar trus buang dahak. But...helloowwww, tu bapak membuangnya ke lantai, di bawah meja
dan dapat ku lihat.
Jlebbbb,
rasanya pengen bilang "bapak sehatttt???"
Si bapak pake spontan segala ngelirik
ke aku. Mungkin yang ada dalam pikirannya "sabar anak muda, itu hanya dahak yang sedikit kehijauan." Aduh pak, selera makan ku jadi buyar entah kemana.
Wahh. Parah nih
bapak.
Tapi, aku juga manusia yang kadang
khilaf, salah
dan kepo. Kerja otak dan mata ku nggak
sejalan. Otak bilang jangan dilihat apa yang di
keluarin bapak itu tadi, ntar
nyesal. Tapi mata ngak kompak, masih juga pengen ngelirik. Setelah
pergolakan batin terjadi, akhirnya mata menang. Aku ngeliat
juga apa yang tadi di keluarkan dari mulut si bapak.
Benar,
kannn..aku nyesal, hiks... hiks...
Sebenarnya,
kalau di pikir pake logika,
aku tu dah tau apa barang berlendir yang bakal di
keluarin si bapak dari mulutnya.
Bisa juga membayangkan warnanya. Tapi,
masih di lihat juga. Berharap ada keajaiban, yang
keluar itu durian segede kelapa, hahaha, nasib-nasib.
Dan disini lah aku menunggu mie ayam dalam
penyesalan. Ibarat lagi ngantri tiket di
bioskop untuk nonton film yang lagi booming dengan antreannya sepanjang anakonda
sambil dengar cekikikan dan selfi-selfian cabe-cabean di
samping kita. Dan, gitu giliran beli tiket tiba, tiketnya
abisss.." Opss!!!
Ok,
kembali fokus. Akhirnya pesanan si bapak datang juga. Aku
langsung mikir,
"masa, sih, bisa makan
dengan dahak segede jempol
kaki di
bawah meja?"
Eee, alah. Si bapak
makan dengan santainya. Ooo My God, bisa ya ketelan pak,
makanannya.
Aduhh
Kasian loh pak, yang punya tempat makannya akibat
kurangnya kesadaran orang seperti bapak. Harus bersihin yang begituan. Belum lagi pelanggan lainnya menjadi jijik dan ilfeel. Bapak si enak tinggal telan. Kalau aku, malah jadi ngak
bisa nelan.
Mungkin di pikir si bapak, gak sampe seember kok, ngak apa-apa.
Aku cuma bisa geleng-geleng kepala. Aku
berusaha mengambil hikmah dari tingkah si bapak, mudah-mudahan
ketika aku tua nanti, aku tetap beretika ya, pak.
Aku juga bersyukur pergi sendirian tanpa ada jagoan cilik ku. Coba kalau dia ikut, aku bakal susah njelasin ke dia, bahwa di sekelilingnya banyak sekali orang tua yang tidak pantas diteladani.
No comments:
Post a Comment