|
|
|
Contoh 1 | Contoh 2 | Tanggapan |
Tadinya mau nonton debat pilgub DKI di salah satu tv swasta nasional. Tapi karena salah satu paslon berhalangan hadir, debatnya gak jadi dan acaranya pun berubah.
Sayang aja rasanya. Saya sih, tidak punya kepentingan
signifikan di debat itu, karena ngak punya hak pilih juga di sana. Tapi setidaknya
bisa jadi referensi untuk pilkada yg akan datang di daerah saya. Tapi karena
debatnya gak jadi, ya sudah lah. Ngak apa-apa. Nanti yang resminya kan ada
juga:)
Semuanya pasti ada alasan kan? Jadi kalau
ngak tau alasannya di larang berprasangka buruk ke siapapun. Jika kita
menduga-duga, lalu berprasangka buruk dan menyampaikan prasangka itu, kita
berpotensi menyebarkan fitnah. Fitnah itu kejam bro:)
Nah, selain debat paslonnya, yang menarik
perhatian saya biasanya debat di Medsos untuk debat paslon itu. Terutama di
twitter. Bahasa-bahasa yang dituliskan di medsos ini, sadar atau tidak adalah
cerminan kita.
Lalu saya membaca di sana ada istilah robot
di medsos.
Saya ngak ngeh sebenarnya dengan istilah
robot ini. Di teknologi medsos, kemampuan saya sekedar menulis status
doank, gak lebih ngak kurang.
Tapi kalau diperhatikan, kelihatannya istilah
robot ini ditujukan untuk akun-akun medsos (lebih dari satu akun) dengan identitas
tidak jelas (fake) yang menerbitkan postingan secara bersamaan. Tujuannya
membuat opini yang di suarakan itu menjadi populer (trending topik) dengan tegar
(hashtag/#) tertentu. Tentu saja agar pengguna medsos yang lain juga nimbrung
di hastag itu.
Cara kerjanya saya ngak ngerti. Apakah satu
orang membuat postingannya lalu otomatis tersebar ke akun lain yang terintegrasi
atau mereka serentak dan kompak rame-rame menulis status sama di akun
masing-masing. Entah lah, yang punya pengetahuan yang lebih tahu.
Sebenarnya ada baiknya kalau digunakan secara
positif. Misalnya untuk menggalang bantuan bagi korban bencana alam, akan cepat
sekali sebaran informasinya. Tapi kalau digunakan untuk kepentingan politik,
apalagi untuk saling serang dan tuduh menuduh, bisa berabe juga.
Dunia politik bisa gaduh. Terutama jika
masyarakat pembacanya tidak memiliki kemampuan menyaring informasi. Bisa saja topik yg di
populerkan itu adalah fitnah utk menjatuhkan lawan politik dan masyarakat
tergiring mempercayai fitnah itu. Dosanya berat bagi semua yang terlibat.
Pada foto yang saya upload ini, kalian bisa lihat beberapa akun dengan nama dan foto profile berbeda menerbitkan postingan yang isinya sama pada jam yang sama juga. Yang menarik adalah, hashtagnya tidak berkaitan dgn materi status yg ditulis. Sehingga, kalaupun hashtag itu menjadi populer, itu bukan trending topik, tapi di-trending topik-kan. Lalu ada kelompok yang berbeda meresponya dengan pandangan yg berbeda pula. Akhirnya menjadi serang menyerang dan tuduh menuduh di medsos dan itulah yang kita konsumsi.
Catatan: saya sengaja memblur konten yang
terkait dengan identitas akun dan hastagnya. Tujuannya, agar tidak terjebak
fitnah, dan kalian tidak fokus ke orangnya tapi fokuslah ke materinya. Kalau
ada yang luput, adalah ketidaksengajaan. Capek juga loh, memblurkannya, hehehe.
Apa untungnya untuk para kandidat? Saya ngak
ngerti juga. Tapi dari kegaduhan yang ada, para kandidat akan sama-sama rugi.
Mereka sama-sama dibully dengan informasi yang tidak valid. Bisa saja mereka tidak
tahu menahu, tapi tinggal menerima sangkaan buruk orang banyak.
Nah, disinilah pertanggungjawaban moral semua
pihak yang terlibat diminta. Bagaimana akan membangun kebaikan, jika cara-cara
kotor dilakukan?
Tapi kalau bagi mereka persoalan ini hanya
sebatas masalah kalah menang, untung rugi, atau iseng belaka, apa boleh buat.
Mungkin mereka sudah tidak perduli atau tidak percaya lagi bahwa manusia bisa
berdosa dan akan ada balasan untuk dosa-dosa itu. Bagi saya, cara-cara seperti
itu tidaklah beradab dan dunia politik kita akan menjauh dari keberadaban.
Btw, saya lampirkan juga nasehat-nasehat Aa
Gym yang saya screenshot dari akun twitter beliau. Barangkali layak utk menjadi
renungan kita bersama. Izin ya Aa:)
Begitulah...
No comments:
Post a Comment