Berisi Opini dan Pemikiran Terkait Berbagai Isu (Hukum, Politik, Kemasyarakatan, Sosial Budaya) yang Sedang Berkembang dan Mencoba Untuk Menjaga Pikiran dari Berbagai Hoaks

Search This Blog

Tuesday, April 4, 2017

DPD OH DPD



Kalian sudah familier Dewan Perwakilan Daerah (DPD) bukan? Harusnya sudah:)

Mengapa? Karena lembaga ini berisi orang-orang yang dipilih langsung oleh masyarakat daerah untuk mewakili kepentingan daerahnya dan mereka bukan perwakilan partai. Mereka datang ke gedung dewan sebagai individu yang dipilih tanpa embel-embel kelembagaan. Jadi benar-benar mewakili masyarakat di daerahnya.


Jika anggota DPR bertarung di Pileg di bawah bendera partai, para anggota DPD berjuang untuk dan atas nama dirinya sendiri. Jadi perjuangan anggota DPD sebenarnya relatif lebih berat dari pada anggota DPR RI.

Bagaimana tidak, Daerah Pemilihan (dapil) anggota DPR RI paling hanya beberapa kabupaten/kota saja. Sedangkan DPD, seluruh kabupaten/kota, kecamatan, desa, lurah, RT, RW atau dusun di provinsi kalian adalah Dapil mereka. Terbayangkan lelahnya perjuangan mereka. Karena perjuangan mereka yang luar biasa itu, tentu saja tingkat kedewasaan dan kesabaran mereka demi memajukan daerah tidak perlu dipertanyakan lagi.

Nah, pertanyaannya, setelah berjuang demikian berat untuk duduk di parlemen, lantas mereka sudah melakukan apa?

Saya harus mohon maaf, karena tidak banyak informasi yang saya tahu mengenai apa saja yang sudah dikerjakan DPD sebagai lembaga. Kalau terbatas individu anggota DPD di daerah saya, pernah juga beberapa kali saya baca aktivitas mereka di media. Saya yakin pasti ada yang sudah dikerjakan mereka. Ngak mungkin donk mereka ongkang-ongkang kaki saja di kantor lalu menerima gaji. Kalian mungkin lebih banyak tahu.

Idealnya, dengan dua lembaga di Parlemen, DPD dan DPR RI yang mewakili daerah kita, mestinya daerah-daerah perkembangannya bisa lebih meroket. Tentunya jika para anggota DPD dan DPR RI itu fokus untuk memajukan dapilnya masing-masing dan tidak berkutat pada kontestasi politik saja.  

Seminggu ini dua kali saya melihat berita yang cukup memprihatikan tentang DPD. Pertama, di salah tv swasta, kebetulan saya melihat salah seorang wakil ketua MPR dari DPD sedang berdebat (baca: bertengkar) dengan salah satu pakar hukum tata negara. Perdebatan itu tidak saya ikuti dari semula, tapi kelihatannya terkait status kepemimpinan DPD dan adanya anggota DPD yang menjadi anggota bahkan ketua Parpol. 

Loh, katanya DPD bukan utusan partai, kok ada anggota DPD yang menjadi anggota bahkan pimpinan partai? Apa donk istimewanya DPD jika mereka bagian dari Parpol juga? Kalau mau dari parpol kan ada DPR RI? Bagaimana dengan konflik kepentingannya? Saya sama herannya dengan pakar tata negara itu.

Kalau saya ditanya, jelas saya tidak setuju. Sama tidak setujunya dengan ide di DPR yang ingin menjadikan perwakilan partai sebagai komisioner KPU dan Bawaslu. Tapi, yah, terserah bapak/ibu itu saja lah. Saya setuju dengan pakar tata negara yang menutup argumennya dengan kalimat “waktu akan membuktikan siapa yang benar, apakah anggota DPD dari parpol akan memajukan atau malah memundurkan DPD kita”.
Hehehe kelihatannya saya apatis dan pesimis ya. Memang. Apa gunanya berargumen berkepanjangan kalau kerja-kerja kita tidak bisa dirasakan?

Kedua, ngak sengaja juga nih - jadi bukan sengaja nyari-yari berita ya:) – saya melihat berita soal ricuhnya sidang di DPD. Lalu jadi penasaran, saya telusuri di Medos, ketemu banyak postingan video kericuhan itu. Problemnya sama, masalah kepemimpinan juga. O, alah. Kok bisa.

Ternyata pokok pangkal kegaduhan itu dari adanya putusan MA yang membuat kepemimpinan DPD sekarang tidak sah dan sebagian anggota DPD menolak rapat dipimpin oleh mereka yang dianggap sudah tidak sah itu. Meski demikian, tidak bisakah DPD bermusyawarah secara baik-baik saja? Bukankah semestinya tingkat kedewasaan dan kesabaran mereka mampuni? Apalagi mereka adalah individu-individu yang mewakili kepentingan daerah, bukan kepentingan kelompok-kelompok. Bagaimana mereka akan berjuang untuk daerah secara serius, kalau masalah internal seperti itu tidak dapat mereka selesaikan dengan baik?

Saya sebenarnya prihatin dengan DPD ini. Bukan karena wacana integrasi anggota partai di DPD dan kericuhan masalah kepemimpinan ini ya. Tapi saya prihatin dengan kewenangan yang mereka miliki. Mereka punya “hambatan konstitusional” untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi mereka. Makanya, usulan amandemen UUD 1945 untuk memperkuat kewenangan DPD ini dapat saya maklumi. Meski berjuang lebih berat, ternyata kewenangan yang mereka punya sangat terbatas. Mestinya inilah fokus mereka. Kalau mereka malah fokus dan menghabiskan energi untuk eksistensi individual, saya kecewa juga. Kampayenya kemaren pasti ada janji melakukan yang terbaik untuk daerah. Tapi, ya sudah lah.

Kelihatannya kita perlu juga mengalihkan mata ke lembaga legislatif. Mungkin karena kita kurang memperhatikan mereka dan terlalu fokus ke eksekutif, jadinya mereka berwacana sendiri dan bertengkar sendiri. Kita cek juga sekali-sekali kinerja mereka, capaian prestasi mereka dan manfaat yang sudah terdistribusi sesuai tupoksinya mereka. Setujukan saudara-sauadara, hehehe.

Begitulah...

No comments:

Post a Comment