Katanya kepada ku:
“Bro, sekarang banyak yang
ingin memecah belah. Bahkan, dalam pesan yang katanya menyerukan persatuan pun
diselipkannya juga pesan-pesan memecah belah yang mendorong orang untuk saling
mencurigai dan menguatkan eksistensi diri sendiri. Ada juga yang katanya
mengungkap kebenaran tapi menggunakan berita-berita ngak jelas dan analisis
abal-abal sebagai dasar argument. Ada juga
yang dengan bodohnya memperkeruh suasana dengan menghina agama orang lain. Ada juga yang katanya damai tapi komennya di medsos membinatang-binatangkan orang lain bahkan sampai kalimat-kalimat brutal yang mendorong kekerasan. Ada juga yang mengaitkan segala-galanya dengan kepentingan politiknya, tak peduli mana yang masalah kebangsaan, negara dan mana yang syahwat politiknya. Ada yang marah dihina orang lain, tapi dia juga bolak-balik menghina orang lain. Kemudian orang-orang yang merasa paling hebat, paling benar, paling suci, paling terbaik dari yang terbaik saling hina di komen-komen medsosnya. Persatuan apa yang akan dicapai dengan cara-cara seperti itu?”
yang dengan bodohnya memperkeruh suasana dengan menghina agama orang lain. Ada juga yang katanya damai tapi komennya di medsos membinatang-binatangkan orang lain bahkan sampai kalimat-kalimat brutal yang mendorong kekerasan. Ada juga yang mengaitkan segala-galanya dengan kepentingan politiknya, tak peduli mana yang masalah kebangsaan, negara dan mana yang syahwat politiknya. Ada yang marah dihina orang lain, tapi dia juga bolak-balik menghina orang lain. Kemudian orang-orang yang merasa paling hebat, paling benar, paling suci, paling terbaik dari yang terbaik saling hina di komen-komen medsosnya. Persatuan apa yang akan dicapai dengan cara-cara seperti itu?”
Ku bilang:
“Kalau begitu biar kita saja
yang menyuarakan persatuan. Mari kita berkomitmen untuk menerima perbedaan-perbedaan
kita, mari kita tidak saling fitnah, hina, caci dan maki. Mari kita berkomitmen
untuk tidak ikut menyebarkan luas berita-berita hoaks dan fitnah. Mari kita
berkomitmen untuk menggali lebih dalam informasi yang masuk ke beranda medsos
kita. Mari kita berkomitmen untuk tidak mengomentari hal-hal yang kita tidak
cukup pengatahuan tentang itu. Mari kita berkomitmen untuk memiliki sensitif sosial
dan menggunakan otak dan hati kita dengan baik. Mari kita kontrol jempol kita
dengan pengetahuan. Setujukah?
Dia kemudian bilang:
“Tentu saja aku setuju, bro.
Tapi, masyarakat kita sekarang sudah susah diajak bicara, suka marah-marah
tanpa paham betul peristiwanya. Lagi pula sebagian besar dari mereka menilai
segalanya dari pilihan politik, terutama Pilpres 2019. Kalau sama pilihan
politik dengan mereka, berarti kita orang baik, beriman, cerdas, sesalah apapun
akan dibenarkan oleh mereka. Sebaliknya kalau kita berbeda pilihan politik,
kita akan dinyatakan sebagai orang jahat, munafik, tidak beriman, bodoh dan
sebenar apapun akan disalahkan oleh mereka. Kebijaksanaannya juga bersifat relatif.
Jika akan merugikan kelompok, mereka bijaksana sekali, mengajak tabayun, menyampaikan
dan menerima klarifikasi, menghimbau agar melihat informasi mesti utuh, jangan
memotong video dan informasi, serta jangan memelintir informasi yang bisa
membuat orang salah paham dan sebagainya. Tapi jika akan mengguntungkan
kelompok dan bisa digunakan untuk merugikan kelompok lainnya, tiba-tiba
kebijaksanaannya hilang, tak ada tabayun-tabayunan, tak didengar klarifikasi,
tak penting informasi utuh, potongan informasi atau video orang lain di share
seluas-luasnya, sengaja memelintir informasi dan sebagainya. Mereka telah tidak
adil mulai dari sejak mereka berpikir.”
Ku bilang:
“Kita saja yang perlu
berkomitmen, Bro. tidak perlu dirisaukan keadaan yang ada. Percayalah, itu
hanya sebagian saja dari masyarakat kita dan banyak juga yang muak melihat
tingkah laku seperti itu di luar sana. Pada tingkat kebebalan tertentu, kadang
memang harus dibiarkan saja sebagian masyarakat seperti itu agar mereka sampai
pada ke kesadaran sendiri. Ibarat orang yang malas memakai helm saat naik
sepeda motor, mereka akan melihat polisi sebagai biang kerok yang memaksa
mereka mau tidak mau harus memakai helm. Nanti, setelah terjatuh dan kepalanya
retak, baru dia paham, ternyata helm itu penting dan demi keselamatannya
sendiri. Tentang pilpres itu atau pilkada kita juga tidak perlu risau dan ribut.
Kau pilih yang terbaik menurut mu, ku pilih yang terbaik menurut ku dan
siapapun pemenangnya adalah presiden kita. Lalu biarkan waktu yang menunjukan apa
yang dikerjakan oleh orang-orang yang terpilih itu”.
No comments:
Post a Comment