Bagi saya memilih pemimpin,
apalagi untuk memimpin negara/daerah atau legislatif bukan urusan main-main dan
asal-asalan. Kepada mereka, amanah yang hendak diberikan adalah masa depan
negara/daerah yang di dalamnya juga ditumpangkan masa depan kita.
Pertimbangannya bisa
macam-macam, misalnya kapasitas kandidat itu, agamanya, akhlaknya, pengalamannya,
latar keilmuannya, sukunya, orang-orang disekelilingnya, latar keluarganya,
ketampanannya, usianya, partai politiknya, kekayaannya, kelompok pendukungnya,
asal daerahnya, kedekatan personal dengannya dan lain sebagainya. Semua
pertimbangan ini sah-sah saja dalam demokrasi, terserah kita mau menggunakan
yang mana.
Karena itu, ketika saya
hendak memilih seseorang, saya bertanya dulu ke diri saya, masa depan
negara/daerah seperti apa yang saya inginkan? Apa kemampuan yang bersangkutan
yang bisa saya lihat? Ekspektasi apa yang saya harapkan darinya?
Inilah pertanyaan pokok yang
harus dijawab ketika saya akhirnya memutuskan untuk memilih seseorang dari
sekian banyak pilihan yang ada. Tentu saja sebelumnya saya harus mempelajari
dulu keadaan negara/daerah saya dengan baik dan jujur melihat keadaan-keadaan
yang ada. Tanpa di pelajari dulu, bagaimana saya akan membangun ekspektasi?
Dengan mengajukan pertanyaan
itu, saya terlepas dari keterikatan terhadap individu. Mengapa? Karena bukan
individunya yang saya dukung, tapi harapan saya untuk masa depan negara/daerah
lah yang saya dukung. Jadi ketika saya memilih seseorang dari berbagai pilihan
yang ada, orang tersebut merupakan orang yang paling cocok dengan ekspektasi
masa depan saya, bukan karena sekedar suka dengan kandidat yang bersangkutan
atau tidak suka dengan kandidat yang lainnya.
Rekam Jejak
Untuk ini, rekam jejak (track record) kandidat penting.
Sepanjang yang bisa ditelusuri rekam jejak itu, saya ingin menilai selama ini
yang bersangkutan ngapain aja? Apakah dia menjadi pemimpin atas dasar
kemampuannya sendiri atau dibesarkan orang lain? Bagaimana komitmennya terhadap
orang banyak selama ini? Apakah dia mendadak menjadi baik untuk mendulang suara
atau memang sudah baik dari sononya? Apakah dari rekam jejak itu ada indikasi
bahwa dia benar-benar ingin melakukan sesuatu untuk memajukan negara/daerah
atau hanya sekedar ingin berkuasa untuk mempertahankan kepentingannya sendiri,
keluarga dan kelompoknya?
Pertanyaan lain terkait
rekam jejak ini misalnya, apakah selama ini dia serius untuk berkarya atau
sekedar duduk di kekuasaan saja tapi tidak membawa perubahan berarti? Orangnya
konsisten atau tidak? Apakah dia pernah melakukan sesuatu yang bertentangan
dengan hukum yang ada? Apakah dia pernah mendapatkan kesempatan untuk melakukan
sesuatu bagi orang banyak tapi tidak melakukan apa-apa? Dan lain sebagainya
yang dari seluruh indikasi itu saya bisa menyimpulkan apakah yang bersangkutan
mampu atau tidak mengemban amanah dengan baik dan bisa memberikan perubahan
yang berarti.
Ini penting, karena setiap
kali berganti pemimpin, saya ingin negara/daerah yang lebih baik, bukan keadaan
yang sama saja, atau malah menurun. Saya ingin yang dibutuhkan tapi tidak ada,
ditangannya bisa diadakan. Yang tadinya berjalan dengan buruk, ditangannya bisa
diperbaiki. Yang tadinya kurang, ditangannya bisa ditambahkan. Yang tadinya tidak
lancar, ditanganya menjadi lancar. Yang tadinya sulit, ditangannya bisa lebih
mudah. Yang tadinya mubazir, ditangannya bisa efektif dan seterusnya. Karena
itu saya terlebih dahulu mesti memastikan rekam jejaknya memadai untuk itu
semua.
Pencitraan Diri
Setelah itu saya akan
menilai bagaimana si kandidat mencitrakan dirinya. Pencitraan diri ini adalah
salah satu seni penting dalam berpolitik dan ini bisa berlangsung untuk jangka
waktu yang panjang.
Semua politisi pastinya
mencitrakan dirinya agar dikenal dan memiliki kekhasan tertentu yang menarik untuk
kemudian mempengaruhi pilihan konstituennya. Tidak ada politisi yang tidak
mencitrakan diri. Caranya saja yang berbeda-beda. Saat anda mendengar politisi
sedang mencerca politisi yang lain, sesungguhnya dia juga sedang mencitrakan
dirinya, sehingga terbangun persepsi bahwa dia lebih baik dibandingkan yang
dicercanya itu. Meraih simpati calon mertua saja perlu pencitraan, konon pula
meraih simpati publik, ya, kan bro:)
Apa ukuran untuk melihat pencitraan
diri ini? Ya, rekam jejak yang tadi itu. Pada rekam jejak itu akan terlihat
bagaimana si kandidat mencitrakan dirinya. Dari rekam jejak ini juga kita bisa
melihat apakah kandidat mencitrakan dirinya apa adanya atau hanya sekedar
menyesuaikan saja dengan kencenderungan-kencederungan publik yang akan memilih.
Kalau mau disederhanakan,
pencitraan diri dalam dunia politik ini adalah bagaimana si kandidat
memproyeksikan dirinya dihadapan para pemilih. Secara umum, pencitraan ini bisa
dibedakan menjadi dua bentuk yakni internal-eksternal dan eksternal-internal.
Pencitraan internal-eksternal kira-kira dapat diartikan pencitraan diri yang
bersumber dari diri kandidat itu sendiri untuk kemudian diangkat menjadi image publik kandidat yang bersangkutan.
Artinya, kandidat itu menampilkan diri apa adanya termasuk juga kinerjanya
ditampilkan apa adanya dan menyerahkan kepada publik untuk menilainya sendiri.
Pencitraan
eksternal-internal kebalikan dari internal-eksternal. Pada bentuk pencitraan
ini, kandidat terlebih dahulu mengenali kencenderungan-kencederungan publik
yang diharapkan akan menjadi pemilihnya terhadap sosok pemimpin yang dikehendaki
kemudian men-design dirinya agar
sesuai dengan kehendak publik tersebut. Artinya, kandidat menampilkan dirinya
sesuai dengan yang dikehendaki sebagian besar calon pemilihnya.
Pada keadaan tertentu, kedua
bentuk pencitraan ini bisa saja dikombinasikan dengan kencederungan dominan ke
salah satunya. Misalnya kandidat menampilkan diri apa adanya tapi kadang-kadang
menyesuaikan diri juga dengan persepsi orang banyak terhadap sosok pemimpin
yang ideal. Atau, kandidat menampilkan dirinya sesuai dengan persepsi orang
banyak terhadap sosok pemimpin yang ideal dan kadang-kadang menampilkan diri
apa adanya. Tidak ada yang salah dalam bentuk pencitraan ini dalam dunia
politik, tinggal pemilih saja lebih senang dan lebih yakin kepada kandidat yang
mana.
Tentu saja kandidat yang
hendak mengikuti konstestasi politik mesti menampilkan dirinya lebih baik dibandingkan
kandidat yang lain. Jika tidak, siapa yang mau memilihnya?
Cara menunjukan kehebatan
diri ini secara umum pun dapat dikategori menjadi beberapa bentuk (meski
variannya bisa banyak), yakni: Pertama, mengeskloprasi
kelebihan-kelebihan kandidat itu sendiri sehingga yang bersangkutan menjadi lebih
unggul dibandingkan kandidat yang lain; Kedua,
mengeksplorasi kekurangan-kekurangan kandidat yang lain sehingga dengan
sendirinya pemilih tidak mau memilih kandidat yang lain itu untuk kemudian
mendapatkan kredit point dari
kelemahan lawan yang ada, dan; Ketiga,
menghancurkan reputasi kandidat yang lain melalui kampanye-kampanye hitam atau
informasi-informasi tidak dapat dipertanggungjawabkan untuk memunculkan
persepsi kandidat tersebut tidak layak dipilih.
Segala cara-cara tersebut
bisa saja terjadi. Ini mengapa bagi saya bagaimana si kandidat mencitrakan
dirinya itu penting sebagai bahan pertimbangan karena itu adalah gambaran
kepemimpinannya di masa yang akan datang seadainya yang bersangkutan menang. Dan,
kita tidak akan bisa menilai secara objektif kalau tidak mempelajari dengan
baik rekam jejak yang ada dan terjebak dalam persepsi-persepsi yang sifatnya
subjektif.
Visi, Misi dan Program Kerja
Kemudian baru saya melihat
visi, misi dan program kerja yang diusungnya, sesuai atau tidak dengan
ekspektasi saya itu. Visi, misi dan program kerja ini menjadi tambahan
penilaian saya untuk kandidat tersebut.
Kenapa bukan visi dan misi
yang pertama? Karena negara/daerah ini bukanlah negara yang baru saja berdiri
tapi sudah berdiri sejak lama dengan berbagai permasalahan yang ada di dalamnya
serta ada lingkungan internal dan eksternal yang mempengaruhi. Oleh karena itu,
sebagus apapun visi dan misi yang disusun oleh kandidat dan timnya, pada
prakteknya nanti tetap perlu penyesuaian-penyesuaian dengan keadaan yang ada.
Makanya, bagi saya, rekam jejaklah yang pertama, karena rekam jejak inilah yang
menjamin kemampuan si kandidat mengurai masalah-masalah yang ada.
Tak bisa serta merta visi,
misi dan program kerja itu berjalan sesuai kehendak si pemimpin, kecuali kalau
kekuasaan negara/daerah absolut ditangannya (dan saya tidak menginginkan
kekuasaan absolut di satu tangan ini). Di negara/daerah kita, kekuasaan terbagi
antar lembaga yang ada. Presiden/gubernur/walikota tidak bisa memutuskan semua
program seenaknya sendiri karena ada DPR/DPRD yang akan memfilter dan mengawasi
program itu terutama dari sisi anggaran untuk pelaksanaannya. Makanya kinerja
DPR/DPRD akan sangat berpengaruh ke tercapaian visi dan misi si pemimpin. Belum
lagi munculnya keadaan-keadaan yang mempengaruhi baik pada konteks hubungan
internasional, nasional maupun lokal.
Oleh karena itu pula, visi,
misi, dan program kerja yang direncanakan itu kemudian menjadi pertimbangan
bagi saya untuk melihat bagaimana progress capaian-capaian kinerja jika si
kandidat itu nanti menang dan melaksanakan amanahnya. Waktulah yang akan
menjawab, bagaimana visi, misi, dan program kerja itu akan direalisasikan dan
progress pencapaiannya seperti apa serta segigih apa usahanya untuk
merealisasikan visi, misi, dan program kerja itu.
Itulah pertimbangan bagi
saya ketika hendak memilih calon pemimpin. Jadi sudut pandang yang saya gunakan
adalah ekspektasi terhadap masa depan negara/daerah bukan rasa suka atau tidak
suka. Pertimbangan ini bisa salah bisa juga benar, tergantung selera
masing-masing.
Tentu saja saya menginginkan
kandidat terbaik menurut pandangan saya yang menang dalam kontestasi politik
yang ada. Tapi, saya juga memahami bahwa orang lain pun sama seperti saya,
menginginkan kandidat terbaik menurutnya yang menang. Oleh karena itu,
menghakimi pilihan orang lain bukanlah prilaku yang bijaksana. Setelah
konstestasi selesai dan pemenang ditentukan meski tidak sasuai dengan pilihan
kita, yang bersangkutan adalah pemimpin kita, suka atau tidak suka. Pada
saatnya nanti, akan ada lagi konstestasi dan kita akan memilih lagi.
Oh, ya. Judul tulisan ini
adalah pertanyaan ATAS DASAR APA ANDA
MEMILIH PEMIMPIN? Tapi saya malah menguraikan pertimbangan saya ketika
memilih calon pemimpin. Alasannya, meskipun judulnya pertanyaan, tapi saya
tidak membutuhkan jawaban. Saya hanya ingin mengajak agar setiap kita yang
memiliki hak suara, mempertimbangkan dengan baik penggunaan suaranya agar
pilihan yang hendak dipilih adalah pilihan terbaik menurut kita, apapun
alasannya dan siapapun yang kita pilih. Bagaimanapun pilihan kita akan
menentukan masa depan kita.
Begitulah…
Note: gambar yang digunakan
untuk tulisan ini diambil dari http://kpud-cianjurkab.go.id/galeri-foto/galeri-foto/sosialisasi/
No comments:
Post a Comment