Kita
tidak bisa mengatur persepsi orang lain terhadap kita sama seperti orang lain
tidak dapat mengatur bagaimana persepsi kita terhadap dirinya. Tapi, kita bisa
membuat keadaan yang memunculkan persepsi orang lain terhadap kita, sama juga
dengan orang lain yang bisa membuat situasi tertentu yang memunculkan persepsi
kita terhadap dirinya. Apakah persepsi yang muncul itu sesuai dengan yang kita
kehendaki atau orang lain tersebut kehendaki, itu lain cerita. Kita tidak bisa
mengaturnya tapi kita bisa mempegaruhinya.
Persepsi
menurut di aplikasi KBBI IV adalah 1. tanggapan (penerimaan) langsung dari
sesuatu; serapan, 2. Proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui
pancaindranya. Jadi, kalau mau disimpulkan, persepsi itu muncul dari proses
pengolahan informasi-informasi secara internal dalam alam berpikir seseorang terhadap
objek yang dipersepsikan. Dari proses pengolahan informasi internal itulah
persepsi muncul. Karena itu kita tidak bisa mengaturnya.
Tapi,
kita bisa menciptakan informasi-informasi untuk mempengaruhi persepsi itu, hanya
saja kita tidak bisa mengatur persepsi seperti apa yang muncul dari informasi
yang diciptakan itu. Persepsi ini tergantung kemampuan si penerima informasi mengolah
informasi pada alam berpikirnya.
Semakin
tinggi kemampuan berpikirnya terhadap informasi (karena jangkauan pengetahuan
atau wawasan atau informasi awal yang dimiliki) semakin sulit mempengaruhi
persepsinya karena proses berpikirnya juga semakin mendalam. Sebaliknya,
semakin rendah kemampuan berpikirnya, semakin mudah persepsinya di pengaruhi. Kemampuan
berpikir yang dimaksud disini kemampuannya menggunakan akal untuk mencerna
informasi. Asumsi, sentimen dan opini dilahirkan dari proses yang semacam ini.
Jika
orang lain dengan tingkat kemampuan berpikir yang tinggi kemudian mengikuti
persepsi yang kita kehendaki, itu karena yang bersangkutan melalui proses
berpikirnya memahami atau menyetujui atau menerima informasi yang kita berikan
sebagai “masuk akal” nya dan bersedia menerima persepsi yang kita kehendaki itu.
Dengan kata lain, karena dia menginginkannya, bukan karena kehendak kita.
Begitu
juga jika persepsi yang hendak dibangun itu ditolak. Penolakan ini disebabkan
oleh penolakan pada proses berpikirnya. Karenanya, informasi yang hendak
digunakan untuk membentuk persepsi, harus dengan karangka berpikir yang kuat
untuk diterima oleh nalar yang sehat agar bisa mempengaruhi orang dengan
tingkat intelegensi tinggi.
Sebaliknya,
pada kemampuan berpikir yang rendah, penerimaan informasi itu karena telah terpengaruh
oleh si pemberi informasi, bukan dikehendaki. Akal si penerima informasi
sendiri sebenarnya tidak mampu mencerna dengan baik informasi tersebut atau
akalnya telah terpengaruh oleh faktor yang lain, misalnya emosi. Yang beginian
lah yang menjadi sasaran propaganda.
Propaganda
pada aplikasi KBBI IV itu adalah penerangan (paham, pendapat, dan sebagainya)
yang benar atau salah yang dikembangkan dengan tujuan meyakinkan orang agar
menganut suatu aliran, sikap, atau arah tindakan tertentu. Jadi, propaganda ini
berisi informasi-informasi yang terus menerus di sampaikan untuk mempengaruhi
persepsi agar penerima informasi kemudian mengikuti kehendak atau keinginan si
pemberi informasi.
Propoganda
ini dapat digunakan untuk kepentingan apa saja dan dilakukan oleh siapa saja. Bisa
untuk hal yang positif, bisa juga untuk yang negatif. Bisa untuk tujuan
membangun dan mempertahankan kekuasaan, bisa juga untuk meruntuhkan kekuasaan dan
sebagainya tergantung kepentingan yang hendak dibangun oleh yang memproduksi
propoganda. Karena itu propaganda itu mesti dilihat sebagai upaya untuk
mempengaruhi persepsi dan memunculkan asumsi untuk selanjutnya menjadi opini
massa. Sedangkan tujuan akhir dari sebuah propaganda tergantung niat pembuat
propaganda.
Salah
satu tokoh yang sangat sukses dalam urusan propaganda ini adalah Hitler. Bagi
yang pernah membaca bukunya berjudul MEIN KAMPF, secara khusus dia membuat Bab
yang diberi judul PROPAGANDA PERANG. Hitler dan pengikutnya sukses melakukan
propaganda yang disebutnya sebagai alat mencapai tujuan tapi kemudian
membawanya dan pengikutnya kepada kehancuran serta kejahatan kemanusiaan yang
menjadi catatan kelam peradaban. Buku MEIN KAMPF sendiri oleh Konrad Heiden,
pada bagian pendahuluannya dinilai sebagai “mungkin tepat di sebut kitab setan.”
Mengapa
Konrad Heiden menilai begitu? Karena, menurut Heiden, melalui Mein Kampf, “Hitler mengumumkan – jauh sebelum dia
memegang kekuasaan – sebuah program berdarah dan teror dalam sebuah
pengungkapan diri yang sangat terus terang...” Pada bagian awal buku,
Hitler menulis, “Makin aku akrab secara
prinsip dengan metode-metode teror fisik, maka makin sabar pula sikapku
terhadap ratusan ribu orang mati karenanya”. Di bagian lain, Hitler
menulis, “... senjata-senjata yang paling
jahat adalah manusiawi jika membawa kemenangan yang lebih cepat”.
Saat Presiden Hindenburg akhirnya mengangkat Hitler menjadi Konselir, Jenderal Ludendorff mengirimkan telegram peringatan: “Ku ramalkan —dengan sungguh-sungguh— bahwa “orangterkutuk” ini akan membawa negara kita ke dalam jurang yang dalam. Generasimendatang akan mengutukmu karena ini”.
Teror,
mendapat posisi penting dalam propaganda yang di rancang Hitler. Tulisnya “teror di tempat kerja, di pabrik, di ruang
pertemuan, dan di saat-saat demonstrasi massal akan selalu berhasil kecuali
jika dilawan dengan teror yang sama”. Tulisnya lagi, teror ini adalah sebuah taktik
yang di dasarkan pada perhitungan tentang kelemahan semua manusia dan hasilnya akan
memberikan kepastian secara matematis kecuali jika pihak lawan belajar untuk
menahan gas beracun dengan gas beracun.
Apa
esensi propaganda Hitler? Baginya fungsi propaganda adalah menarik perhatian
massa kepada fakta-fakta, proses-proses, kebutuhan-kebutuhan tertentu, dan
sebagainya, yang signifikansinya awalnya berada dalam pandangan mereka sendiri.
Signifikansi awal ini dalam bahasa Hitler disebutnya “SENTIMEN PRIMITIF”. Karenanya
seni propagandanya adalah meyakinkan orang bahwa fakta itu benar, proses itu
perlu, kebutuhan itu betul, dan sebagainya untuk mempengaruhi persepsi dan
mengambangkan sentimen. Tentu saja seni propaganda ini mesti diawali dengan
memahami gagasan-gagasan emosional dan psikologi massa untuk mendapatkan
perhatian dan hati massa.
Tidak
ada halal dan haram dalam model propaganda Hitler. Sepanjang bisa digunakan
untuk mencapai tujuan, boleh digunakan. Tulis Hitler, “adalah benar untuk membebankan setiap kesalahan di pundak-pundak musuh,
sekali pun ini benar-benar tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya”. Titik
puncak propaganda model Hitler ini adalah ketika massa tidak lagi mempunyai
pertimbangan untuk membedakan “dimana
ketidakadilan asing berakhir dan ketidakadilan kita dimulai” dan “setiap orang menanggung luka-luka terbesar”.
Dalam hal ini pengorbanan apapun boleh, termasuk “resiko menodai secara serius atau bahkan menghancurkan rakyat dan
negara sendiri”. Ini kenapa teror juga menjadi salah satu metode propoganda
Hitler.
Kepada
siapa propaganda diarahkan Hitler? Adalah kepada massa yang dalam istilah Hitler,
INTELENGESI MURNINYA RENDAH. Kepada orang yang intelengesi murninya tinggi,
propaganda tidak akan laku. Mereka, menurut Hitler, akan menalaah propaganda
itu dengan pemikiran ilmiah dan memunculkan pertanyaan-pertanyaan sehingga
propaganda tidak efektif.
Beda
dengan massa yang intelengensinya rendah. Tulis Hitler “makin sederhana intelektualnya menolak, makin ekslusif ia
mempertimbangkan emosi massa, makin efektif jadinya”. Postulat yang
dibangunnya, “semakin besar massa yang
ingin dirangkumkan makin rendah tingkat intelektual murninya”.
Menurut
Hitler, daya penerimaan massa sangat terbatas, tetapi kekuatan lupa mereka
sangat besar. Oleh karena itu, propagandanya harus dibatasi kepada hal-hal
penting saja dan diulang terus menerus dalam slogan-slogan sampai anggota
masyarakat terakhir memahami apa yang si produsen propaganda ingin dipahami
oleh masyarakat itu. Karena itu juga semua bentuk propaganda itu harus sesuai
dengan tingkat intelegensi paling terbatas dari massa yang jadi sasaran. Dan ini
tidak bisa cepat. Massa menurut Hitler bergerak pelan, dan membutuhkan waktu
sebelum siap menyadari sesuatu. Karena itu, gagasan yang sederhanapun perlu
diulang ribuan kali agar masa kemudian menginggatnya.
Metode
propaganda Hitler ini memang mengerikan, tapi efektif dan Hitler untuk sesaat
telah membuktikannya. Namun, Hitler juga telah membuktikan, propagandanya itu
akhirnya membawa dirinya dan pengikutnya ke lembah kehancuran. Semoga tidak
terjadi di Indonesia.
No comments:
Post a Comment