Berisi Opini dan Pemikiran Terkait Berbagai Isu (Hukum, Politik, Kemasyarakatan, Sosial Budaya) yang Sedang Berkembang dan Mencoba Untuk Menjaga Pikiran dari Berbagai Hoaks

Search This Blog

Wednesday, December 6, 2017

PERSEPSI DAN PROPAGANDA; MENCERMATI MODEL PROPAGANDA HITLER



Kita tidak bisa mengatur persepsi orang lain terhadap kita sama seperti orang lain tidak dapat mengatur bagaimana persepsi kita terhadap dirinya. Tapi, kita bisa membuat keadaan yang memunculkan persepsi orang lain terhadap kita, sama juga dengan orang lain yang bisa membuat situasi tertentu yang memunculkan persepsi kita terhadap dirinya. Apakah persepsi yang muncul itu sesuai dengan yang kita kehendaki atau orang lain tersebut kehendaki, itu lain cerita. Kita tidak bisa mengaturnya tapi kita bisa mempegaruhinya.



Persepsi menurut di aplikasi KBBI IV adalah 1. tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu; serapan, 2. Proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui pancaindranya. Jadi, kalau mau disimpulkan, persepsi itu muncul dari proses pengolahan informasi-informasi secara internal dalam alam berpikir seseorang terhadap objek yang dipersepsikan. Dari proses pengolahan informasi internal itulah persepsi muncul. Karena itu kita tidak bisa mengaturnya.

Tapi, kita bisa menciptakan informasi-informasi untuk mempengaruhi persepsi itu, hanya saja kita tidak bisa mengatur persepsi seperti apa yang muncul dari informasi yang diciptakan itu. Persepsi ini tergantung kemampuan si penerima informasi mengolah informasi pada alam berpikirnya.

Semakin tinggi kemampuan berpikirnya terhadap informasi (karena jangkauan pengetahuan atau wawasan atau informasi awal yang dimiliki) semakin sulit mempengaruhi persepsinya karena proses berpikirnya juga semakin mendalam. Sebaliknya, semakin rendah kemampuan berpikirnya, semakin mudah persepsinya di pengaruhi. Kemampuan berpikir yang dimaksud disini kemampuannya menggunakan akal untuk mencerna informasi. Asumsi, sentimen dan opini dilahirkan dari proses yang semacam ini.



Jika orang lain dengan tingkat kemampuan berpikir yang tinggi kemudian mengikuti persepsi yang kita kehendaki, itu karena yang bersangkutan melalui proses berpikirnya memahami atau menyetujui atau menerima informasi yang kita berikan sebagai “masuk akal” nya dan bersedia menerima persepsi yang kita kehendaki itu. Dengan kata lain, karena dia menginginkannya, bukan karena kehendak kita.

Begitu juga jika persepsi yang hendak dibangun itu ditolak. Penolakan ini disebabkan oleh penolakan pada proses berpikirnya. Karenanya, informasi yang hendak digunakan untuk membentuk persepsi, harus dengan karangka berpikir yang kuat untuk diterima oleh nalar yang sehat agar bisa mempengaruhi orang dengan tingkat intelegensi tinggi.

Sebaliknya, pada kemampuan berpikir yang rendah, penerimaan informasi itu karena telah terpengaruh oleh si pemberi informasi, bukan dikehendaki. Akal si penerima informasi sendiri sebenarnya tidak mampu mencerna dengan baik informasi tersebut atau akalnya telah terpengaruh oleh faktor yang lain, misalnya emosi. Yang beginian lah yang menjadi sasaran propaganda.

Propaganda pada aplikasi KBBI IV itu adalah penerangan (paham, pendapat, dan sebagainya) yang benar atau salah yang dikembangkan dengan tujuan meyakinkan orang agar menganut suatu aliran, sikap, atau arah tindakan tertentu. Jadi, propaganda ini berisi informasi-informasi yang terus menerus di sampaikan untuk mempengaruhi persepsi agar penerima informasi kemudian mengikuti kehendak atau keinginan si pemberi informasi.

Propoganda ini dapat digunakan untuk kepentingan apa saja dan dilakukan oleh siapa saja. Bisa untuk hal yang positif, bisa juga untuk yang negatif. Bisa untuk tujuan membangun dan mempertahankan kekuasaan, bisa juga untuk meruntuhkan kekuasaan dan sebagainya tergantung kepentingan yang hendak dibangun oleh yang memproduksi propoganda. Karena itu propaganda itu mesti dilihat sebagai upaya untuk mempengaruhi persepsi dan memunculkan asumsi untuk selanjutnya menjadi opini massa. Sedangkan tujuan akhir dari sebuah propaganda tergantung niat pembuat propaganda.



Salah satu tokoh yang sangat sukses dalam urusan propaganda ini adalah Hitler. Bagi yang pernah membaca bukunya berjudul MEIN KAMPF, secara khusus dia membuat Bab yang diberi judul PROPAGANDA PERANG. Hitler dan pengikutnya sukses melakukan propaganda yang disebutnya sebagai alat mencapai tujuan tapi kemudian membawanya dan pengikutnya kepada kehancuran serta kejahatan kemanusiaan yang menjadi catatan kelam peradaban. Buku MEIN KAMPF sendiri oleh Konrad Heiden, pada bagian pendahuluannya dinilai sebagai “mungkin tepat di sebut kitab setan.”

Mengapa Konrad Heiden menilai begitu? Karena, menurut Heiden, melalui Mein Kampf, “Hitler mengumumkan – jauh sebelum dia memegang kekuasaan – sebuah program berdarah dan teror dalam sebuah pengungkapan diri yang sangat terus terang...” Pada bagian awal buku, Hitler menulis, “Makin aku akrab secara prinsip dengan metode-metode teror fisik, maka makin sabar pula sikapku terhadap ratusan ribu orang mati karenanya”. Di bagian lain, Hitler menulis, “... senjata-senjata yang paling jahat adalah manusiawi jika membawa kemenangan yang lebih cepat”.


Saat Presiden Hindenburg akhirnya mengangkat Hitler menjadi Konselir,  Jenderal Ludendorff mengirimkan telegram peringatan: “Ku ramalkan —dengan sungguh-sungguh— bahwa “orangterkutuk” ini akan membawa negara kita ke dalam jurang yang dalam. Generasimendatang akan mengutukmu karena ini”.

Teror, mendapat posisi penting dalam propaganda yang di rancang Hitler. Tulisnya “teror di tempat kerja, di pabrik, di ruang pertemuan, dan di saat-saat demonstrasi massal akan selalu berhasil kecuali jika dilawan dengan teror yang sama”.  Tulisnya lagi, teror ini adalah sebuah taktik yang di dasarkan pada perhitungan tentang kelemahan semua manusia dan hasilnya akan memberikan kepastian secara matematis kecuali jika pihak lawan belajar untuk menahan gas beracun dengan gas beracun.



Apa esensi propaganda Hitler? Baginya fungsi propaganda adalah menarik perhatian massa kepada fakta-fakta, proses-proses, kebutuhan-kebutuhan tertentu, dan sebagainya, yang signifikansinya awalnya berada dalam pandangan mereka sendiri. Signifikansi awal ini dalam bahasa Hitler disebutnya “SENTIMEN PRIMITIF”. Karenanya seni propagandanya adalah meyakinkan orang bahwa fakta itu benar, proses itu perlu, kebutuhan itu betul, dan sebagainya untuk mempengaruhi persepsi dan mengambangkan sentimen. Tentu saja seni propaganda ini mesti diawali dengan memahami gagasan-gagasan emosional dan psikologi massa untuk mendapatkan perhatian dan hati massa.

Tidak ada halal dan haram dalam model propaganda Hitler. Sepanjang bisa digunakan untuk mencapai tujuan, boleh digunakan. Tulis Hitler, “adalah benar untuk membebankan setiap kesalahan di pundak-pundak musuh, sekali pun ini benar-benar tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya”. Titik puncak propaganda model Hitler ini adalah ketika massa tidak lagi mempunyai pertimbangan untuk membedakan “dimana ketidakadilan asing berakhir dan ketidakadilan kita dimulai” dan “setiap orang menanggung luka-luka terbesar”. Dalam hal ini pengorbanan apapun boleh, termasuk “resiko menodai secara serius atau bahkan menghancurkan rakyat dan negara sendiri”. Ini kenapa teror juga menjadi salah satu metode propoganda Hitler.

Kepada siapa propaganda diarahkan Hitler? Adalah kepada massa yang dalam istilah Hitler, INTELENGESI MURNINYA RENDAH. Kepada orang yang intelengesi murninya tinggi, propaganda tidak akan laku. Mereka, menurut Hitler, akan menalaah propaganda itu dengan pemikiran ilmiah dan memunculkan pertanyaan-pertanyaan sehingga propaganda tidak efektif.

Beda dengan massa yang intelengensinya rendah. Tulis Hitler “makin sederhana intelektualnya menolak, makin ekslusif ia mempertimbangkan emosi massa, makin efektif jadinya”. Postulat yang dibangunnya, “semakin besar massa yang ingin dirangkumkan makin rendah tingkat intelektual murninya”.



Menurut Hitler, daya penerimaan massa sangat terbatas, tetapi kekuatan lupa mereka sangat besar. Oleh karena itu, propagandanya harus dibatasi kepada hal-hal penting saja dan diulang terus menerus dalam slogan-slogan sampai anggota masyarakat terakhir memahami apa yang si produsen propaganda ingin dipahami oleh masyarakat itu. Karena itu juga semua bentuk propaganda itu harus sesuai dengan tingkat intelegensi paling terbatas dari massa yang jadi sasaran. Dan ini tidak bisa cepat. Massa menurut Hitler bergerak pelan, dan membutuhkan waktu sebelum siap menyadari sesuatu. Karena itu, gagasan yang sederhanapun perlu diulang ribuan kali agar masa kemudian menginggatnya.

Metode propaganda Hitler ini memang mengerikan, tapi efektif dan Hitler untuk sesaat telah membuktikannya. Namun, Hitler juga telah membuktikan, propagandanya itu akhirnya membawa dirinya dan pengikutnya ke lembah kehancuran. Semoga tidak terjadi di Indonesia.

Begitulah...

No comments:

Post a Comment