Pertanyaan
utamanya adalah, untuk apa negara memiliki lembaga-lembaga negara? Demikian
juga dengan kewenangan dan fungsi-fungsi yang dimiliki oleh masing-masing
lembaga negara, untuk apakah itu semua?
Bukankah fungsi-fungsi dan distribusi kekuasaan
itu untuk memudahkan pengelolaan urusan-urusan negara dan memastikan pengelolaan
itu tepat sasaran menuju cita-cita bernegara?
Jika
antar lembaga-lembaga negara tidak terdapat sinergitas dan disharmoni-nya
semakin melebar, keadaan bernegara akan menjadi sebaliknya. Alih-alih
memudahkan pengelolaan dan memastikan ketercapaian cita-cita bernegara,
kehadiran lembaga-lembaga negara justru akan menambah kerunyaman yang
membingungkan. Warga negara sebagai subjek setara dalam negara akan
terobang-ambing dalam pergulatan antar lembaga-lembaga negara. Pada konteks
inilah terjadi anomali sinergitas lembaga negara dan potensinya juga muncul di
daerah-daerah.
Kritikan
DPR dan Respon Presiden
Pada
konteks kebebasan menyampaikan pendapat dan gagasan sebagai individu,
keterbukaan dan keberanian Fadli dan Fahri ini patut diapresiasi.
Kritikan-kritikan mereka dapat membuka mata warga negara terkait fenomena-fenomena
pengelolaan negara, terlepas dari latar belakang kepentingan politik yang ada.
Namun pada sisi yang lain, meski kritikan tersebut disampaikan oleh Pimpinan
DPR, respon langsung Presiden terhadap kritikan tersebut hampir-hampir tidak
ditemukan baik melalui pernyataan terbuka maupun melalui cuitan di media sosial. Presiden justru mengisi lini masa dengan
mempromosikan program-program pemerintah yang telah, sedang berjalan dan yang
akan dilakukan.
Terjadi distingsi antara kritikan Pimpinan DPR dengan
respon Presiden. Satu pihak menyampaikan kritik sedangkan pihak yang lain
mempromosikan program yang tidak berhubungan dengan kritikan tersebut. Terkait
kinerja DPR, respon yang sama jarang ditemukan, baik kritikan dari Presiden
maupun kritikan tajam Fadli dan Fahri di ranah publik. Sementara itu, keduanya
adalah representasi dua lembaga negara yang berkaitan erat. Munculnya fenomana
ini seolah-olah menunjukan kepada publik bahwa DPR dan Presiden berjalan lurus di garis masing-masing dan tidak saling berhubungan.
Penguatan
Sinergitas Antar Lembaga Negara
Fungsi-fungsi
tersebut kemudian memposisikan Presiden bekerja di bawah kontrol DPR dan
kinerja Presiden memiliki korelasi erat dengan kinerja DPR. Dengan demikian, pada
konteks pengelolaan negara, masing-masing lembaga negara saling terhubung dan
tidak berdiri sendiri.
Relasi
ini semestinya membuat anomali sinergitas tidak perlu terjadi. Masing-masing
lembaga dapat menggunakan peran strategis yang dimiliki melalui penguatan
fungsi internal untuk bersama-sama mengelola dan memastikan arah pencapaian tujuan
negara. Pada titik ini daya dobrak dan sikap kritis dari DPR sangat dibutuhkan.
Kemampuan
Fadli dan Fahri menggelitik nalar publik terhadap kinerja pemerintah akan
sangat berharga jika kritikan mereka diikuti perubahan signifikan pada kinerja
DPR terkait isu-isu yang mereka sampaikan. Misalnya, jika DPR menganggap
kinerja pemerintah dibidang ketenagakerjaan dan hukum bermasalah, langkah yang
seharusnya dilakukan adalah menilisik celah-celah pada instrumen hukum yang ada
dan mendorong perbaikan di DPR melalui fungsi legislasi. Selanjutnya, juga dilakukan
perbaikan terhadap sistem alokasi dana melalui fungsi budgeting untuk menunjang kinerja pemerintah yang diharapkan.
Kinerja
internal DPR ini akan membuat fungsi pengawasan yang dilakukan berguna secara
efektif untuk memperbaiki kinerja pemerintahan. Tidak ada alasan bagi Presiden
untuk tidak mengikuti perubahan pada struktur dasar yang dilakukan oleh DPR. Dengan
demikian, kritikan DPR dapat merubah konstruksi tata laksana kenegaraan dan
tugas-tugas pemerintahan melalui perbaikan signifikan di level kinerja
kelembagaan DPR RI.
Sebaliknya, jika penekanan fungsi hanya kepada
fungsi pengawasan yang bersifat individual, tanpa diikuti perbaikan melalui
fungsi legislasi dan budgeting,
Presiden dapat saja abai terhadap kritikan meskipun disampaikan oleh Pimpinan
di DPR. Apalagi, pengawasan tersebut terbatas sekedar merespon isu-isu publik
demi menjaga eksistensi individu dan kelompok di DPR. Akibatnya, anomali
sinergitas akan semakin melebar.
Meski bias politik tidak bisa dihindarkan, tapi pada
konteks kebutuhan bernegara sinergitas antar lembaga negara sangat diperlukan.
Jika peran personal di masing-masing lembaga negara digunakan untuk saling
menjatuhkan, kemanfaatan langsung dan kepercayaan warga negara terhadap lembaga
tersebut akan semakin merosot. Lembaga negara tidak boleh terjebak dalam
keadaan yang disebut oleh Prof. Purwo Santoso sebagai “ambivalensi demokrasi”. Satu
pihak menuntut pihak yang lain melakukan perbaikan, sedangkan pihak yang
menuntut tidak bersedia melakukan serta terlibat dalam perbaikan tersebut.
Semoga tidak terjadi***
Catatan: gambar yang
saya gunakan saya ambil dari https://iqmaltahir.wordpress.com/2011/06/07/sinergi-yang-berbuah-kemacetan/.
Sebuah tulisan yang bagus dengan judul “Sinergi Yang Berbuah Kemacetan”
No comments:
Post a Comment