![]() |
Kursi tunggu di salah satu tempat cucian mobil di sebuah daerah |
Oleh: Arief
Wahyudi
Tak perlu heran, meski
tahu bahaya Corona tapi masih banyak yang dengan santuy keluar rumah untuk
alasan-alasan yang gak penting. Ngak tua, ngak muda, laki, perempuan, kelihatan
intelek, kelihatan dagel, ada semua. Udah gitu, sebagiannya ngak bermasker pula.
Hadeh... Fungsi kebernalaran
mereka sudah mereka kurangi sendiri demi
gaya.
Prilaku di tengah wabah
sebagian orang itu sebenarnya cerminan kesahariannya saja, kok. Banyak yang
begitu, sadar bahaya tapi sengaja mengabaikannya demi terlihat gagah, berani,
keren dan bergaya.
Contoh: orang yang
punya sepeda motor pasti paham fungsi kaca spion adalah untuk melindungi dari
bahaya, tapi banyak yang sengaja tidak menggunakannya lengkap karena tidak
ingin sepeda motornya dianggap "berdo'a". Begitu sepeda motor baru
sampai di rumahnya, spion itulah yang pertama di copot. Malah ada yang
menjadikan spion itu sebagai "kaca wajahnya" agar bisa ngaca
sepanjang jalan.
Model serupa bisa kita
lihat di banyak
tempat, seperti malas antri di lampu merah meski ngak buru-buru, minum miras
oplosan, bergerombol dipinggir jalan Tol, nambah lajur sendiri di kemacetan,
balapan liar, tawuran, narkoba, dan lainnya. Banyak lah pokoknya. Tahu bahaya,
tapi dilakoni demi gaya...
Ada pula yang
hipokratik. Rajin mengkritik cara pemerintah menangani Covid-19 sambil pamer
sedang nongkrong di cafe atau di hotel atau aktivitas traveling. Ya, elah, Bro. Himbauan pemerintah sederhana, di
rumah aja, kecuali ada yang mengharuskan keluar rumah. Percuma kritik
kalian kalau kalian sendiri keluyuran.
Banyak yang memuji
Vietnam dan Taiwan, “lihat tuh, pemerintah Vietnam dan Taiwan menangani
Covid-19, ngak ada yang mati, ngak kayak pemerintah kita abai di awal sibuk di akhir.” Begitu
kira-kira pujiannya. Mungkin ada benarnya, tapi jangan lupa, “rakyat Vietnam
dan Taiwan ngak seperti diri mu juga, keles!”
Lalu bermunculanlah
permintaan mesti diatur ini dan itu,
ribut soal lockdown, karantina, PSBB, mudik atau pulkam dll. Belum lagi
isu-isu yang kelihatannya lambat direspon, seperti penyesuaian harga BBM,
penurunan suku bunga kredit bank, penangguhan cicilan, dll. Yang seharusnya
sederhana, atas nama solidaritas kebangsaan untuk musibah bersama, jadi rumit. Urusan hore-hore
politiknya menyakitkan telinga, urusan administratifnya menyesakan dada. Serba
rumit dan serba salah.
Kadang kita emang
kebanyakan gaya.
Pada teorinya, semakin
banyak peraturan yang dibuat untuk mengatur tingkah laku dan semakin rumit bentuk
sanksinya, sesungguhnya menunjukan semakin
rendahnya
peradaban suatu bangsa karena
gagal dalam hal fundamental, yakni gagal mengatur diri sendiri dan memposisikan
diri sebagai bagian dari orang lain.
Sudah lah, mari
permudah saja. Yang tidak ada urusan penting di luar rumah ngak usah sok-sokan
kebal Covid-19 di rumah saja agar tidak
menjadi masalah bagi pemerintah, tenaga medis dan tetangga sekitar. Jangan sampai
gara-gara anda, zona merah menyebar kemana-mana.
Hore-hore politik tahan dulu syahwat saling mengejek, menghina, mencerca. Elit
politik fokus dulu pada urusan kemanusiaan anak bangsa, pilkada ntah kapan dan
pilpres/pileg pun masih lama. Jangan jadikan Covid-19 ini sebagai modal kapital
politik anda.
Pemerintah juga perlu
memahami bahwa seluruh warga negara (kaya, sedang, miskin – bukan sekedar yang
kurang mampu dan dunia usaha saja) adalah terdampak. Jadi, jika hendak dibantu
tuntaskan realisasinya untuk semua sehingga tidak gaduh di level wacana.
Bank-bank turunkan saja suku bunga untuk sementara dan tak perlu dirumitkan
mesti lapor dulu segala karena semuanya terdampak. Jangan tunggu positif dulu
baru diurusin. Pertamina sesuaikan saja harga BBMnya. Tidak pun dengan keadaan harga minyak
dunia, sekurang-kurangnya dengan keadaan mampetnya ekonomi masyarakat akibat Corona ini. Begitu juga PLN sesuaikan saja tarifnya untuk semua. Provider internet, turun seluruh harga paket datanya. Dan, berbagai bentuk
solidaritas kebangsaan lainnya.
Nanti kalau sudah normal lagi, silahkan kembali seperti semula.
Jadi,
semuanya bergerak untuk saling meringankan bukan saling gaya-gayaan. Jika terwujud,
inilah yang disebut dengan solidaritas kebangsaan yang semestinya sangat wajar
untuk kita yang ber-Pancasila ini.
Dalam suasana begini, orang-orang
yang sok kebal Covid-19, elit politik yang
lebih dominan mikir politik serta kepentingan pribadi dan kelompok daripada mikir
kemanusiaan, hore-hore politik, BUMN dan perusahaan swasta yang mikir untung
sendiri saja, para penimbun APD dan kebutuhan lainnya serta seluruh bentuk prilaku kontraproduktif lainnya, kelaut
aja.
No comments:
Post a Comment