Berisi Opini dan Pemikiran Terkait Berbagai Isu (Hukum, Politik, Kemasyarakatan, Sosial Budaya) yang Sedang Berkembang dan Mencoba Untuk Menjaga Pikiran dari Berbagai Hoaks

Search This Blog

Saturday, April 25, 2020

DEMI GAYA

Kursi tunggu di salah satu tempat cucian mobil di sebuah daerah


Oleh: Arief Wahyudi

Tak perlu heran, meski tahu bahaya Corona tapi masih banyak yang dengan santuy keluar rumah untuk alasan-alasan yang gak penting. Ngak tua, ngak muda, laki, perempuan, kelihatan intelek, kelihatan dagel, ada semua. Udah gitu, sebagiannya ngak bermasker pula.

Hadeh... Fungsi kebernalaran mereka sudah mereka kurangi sendiri  demi gaya.

Prilaku di tengah wabah sebagian orang itu sebenarnya cerminan kesahariannya saja, kok. Banyak yang begitu, sadar bahaya tapi sengaja mengabaikannya demi terlihat gagah, berani, keren dan bergaya.


Contoh: orang yang punya sepeda motor pasti paham fungsi kaca spion adalah untuk melindungi dari bahaya, tapi banyak yang sengaja tidak menggunakannya lengkap karena tidak ingin sepeda motornya dianggap "berdo'a". Begitu sepeda motor baru sampai di rumahnya, spion itulah yang pertama di copot. Malah ada yang menjadikan spion itu sebagai "kaca wajahnya" agar bisa ngaca sepanjang jalan.

Model serupa bisa kita lihat di banyak tempat, seperti malas antri di lampu merah meski ngak buru-buru, minum miras oplosan, bergerombol dipinggir jalan Tol, nambah lajur sendiri di kemacetan, balapan liar, tawuran, narkoba, dan lainnya. Banyak lah pokoknya. Tahu bahaya, tapi dilakoni demi gaya...


Ada pula yang hipokratik. Rajin mengkritik cara pemerintah menangani Covid-19 sambil pamer sedang nongkrong di cafe atau di hotel atau aktivitas traveling. Ya, elah, Bro. Himbauan pemerintah sederhana, di rumah aja, kecuali ada yang mengharuskan keluar rumah. Percuma kritik kalian kalau kalian sendiri keluyuran.

Banyak yang memuji Vietnam dan Taiwan, “lihat tuh, pemerintah Vietnam dan Taiwan menangani Covid-19, ngak ada yang mati, ngak kayak pemerintah kita  abai di awal sibuk di akhir.” Begitu kira-kira pujiannya. Mungkin ada benarnya, tapi jangan lupa, “rakyat Vietnam dan Taiwan ngak seperti diri mu juga, keles!”

Lalu bermunculanlah permintaan  mesti diatur ini dan itu, ribut soal lockdown, karantina, PSBB, mudik atau pulkam dll. Belum lagi isu-isu yang kelihatannya lambat direspon, seperti penyesuaian harga BBM, penurunan suku bunga kredit bank, penangguhan cicilan, dll. Yang seharusnya sederhana, atas nama solidaritas kebangsaan untuk musibah bersama,  jadi rumit. Urusan hore-hore politiknya menyakitkan telinga, urusan administratifnya menyesakan dada. Serba rumit dan serba salah.


Kadang kita emang kebanyakan gaya.

Pada teorinya, semakin banyak peraturan yang dibuat untuk mengatur tingkah laku dan semakin rumit bentuk sanksinya, sesungguhnya menunjukan semakin rendahnya peradaban suatu bangsa karena gagal dalam hal fundamental, yakni gagal mengatur diri sendiri dan memposisikan diri sebagai bagian dari orang lain.

Sudah lah, mari permudah saja. Yang tidak ada urusan penting di luar rumah ngak usah sok-sokan kebal Covid-19 di rumah saja agar tidak menjadi masalah bagi pemerintah, tenaga medis dan tetangga sekitar. Jangan sampai gara-gara anda, zona merah menyebar kemana-mana. Hore-hore politik tahan dulu syahwat saling mengejek, menghina, mencerca. Elit politik fokus dulu pada urusan kemanusiaan anak bangsa, pilkada ntah kapan dan pilpres/pileg pun masih lama. Jangan jadikan Covid-19 ini sebagai modal kapital politik anda.

Pemerintah juga perlu memahami bahwa seluruh warga negara (kaya, sedang, miskin – bukan sekedar yang kurang mampu dan dunia usaha saja) adalah terdampak. Jadi, jika hendak dibantu tuntaskan realisasinya untuk semua sehingga tidak gaduh di level wacana. Bank-bank turunkan saja suku bunga untuk sementara dan tak perlu dirumitkan mesti lapor dulu segala karena semuanya terdampak. Jangan tunggu positif dulu baru diurusin. Pertamina sesuaikan saja harga BBMnya. Tidak pun dengan keadaan harga minyak dunia, sekurang-kurangnya dengan keadaan mampetnya ekonomi masyarakat akibat Corona ini. Begitu juga PLN sesuaikan saja tarifnya untuk semua. Provider internet, turun seluruh harga paket datanya. Dan, berbagai bentuk solidaritas kebangsaan lainnya. Nanti kalau sudah normal lagi, silahkan kembali seperti semula.


Jadi, semuanya bergerak untuk saling meringankan bukan saling gaya-gayaan. Jika terwujud, inilah yang disebut dengan solidaritas kebangsaan yang semestinya sangat wajar untuk kita yang ber-Pancasila ini.

Dalam suasana begini, orang-orang yang sok kebal Covid-19, elit politik yang lebih dominan mikir politik serta kepentingan pribadi dan kelompok daripada mikir kemanusiaan, hore-hore politik, BUMN dan perusahaan swasta yang mikir untung sendiri saja, para penimbun APD dan kebutuhan lainnya serta seluruh bentuk prilaku kontraproduktif lainnya, kelaut aja.

Begitulah...

No comments:

Post a Comment