Oleh: Arief Wahyudi
Begitulah…
Di medsos ku wara-wiri orang
mengupload skrinsyut dan berita kesalahan input data C1 di Situng KPU. Karena teman-teman
medsos mencakup dua kubu pada pilpres (pendukung 01 dan pendukung 02 relatif
sama banyaknya) berita dan skrinsyut itu bisa ku lihat muncul dari dua kubu
yang berbeda.
Narasi pengantarnya pun
macam-macam. Skrinsyut yang sama bisa di share oleh puluhan orang dengan narasi
pengantar berbeda-beda. Ada yang selow, ada yang ngegas kecang, ada juga yang membumbui
dengan narasi seperti persenter gossip yang ingin membuat penonton penasaran. Intinya,
KPU dicerca untuk setiap kesalahan input yang ada baik oleh kubu 01 dan kubu
02.
Emang, sih, secara kuantitas
ku perhatikan pendukung 02 yang banyak mengupload skrinsyut itu. Ngak tahu juga
kenapa. Mungkin karena pendukung 02 yang lebih rajin mempelototi kesalahan
input atau pendukung 01 merasa tidak perlu untuk terlalu memperhatikan proses
input itu, atau…, atau…., atau…. Banyak sekali kemungkinan yang bisa
dimunculkan dan ku rasa perlu riset untuk menjawabnya.
Pemilu kali ini memang berat
apalagi sebagian besar prosesnya adalah pengalaman pertama. Meskipun aku tidak
terlalu setuju dengan statement yang mengatakan pemilu kali sebagai pemilu
terburuk sepanjang sejarah republik, tapi tidak bisa ditutup mata memang banyak
masalah yang mencuat kepermukaan. Mungkin bagi KPU dan seluruh petugasnya di
semua lapisan tidak nyaman dengan seluruh umpatan, tuduhan, bahkan hoaks dan
fitnah yang diarahkan ke mereka. Belum lagi berbagai insiden yang harus mereka
telan dengan ada yang kehilangan nyawa, luka, sakit dan dirawat di rumah sakit.
Tapi, KPU mesti berbesar hati untuk melihat bahwa pada pemilu kali ini adalah
pemilu dengan partisipasi publik terbesar sepanjang sejarah republik untuk
semua tahapan pemilu. Biasanya partisipasi publik paling di masa kampanye saja dan
pencoblosan, siap itu selesai.
Nah, wara-wiri skrinsyut
kesalahan upload data itu mesti dilihat sebagai bagian dari partisipasi publik
itu. Warga negara kita sedang menunaikan peran kewargaannya dalam hal berkontribusi
terhadap akses kepentingan mereka pada kerangka relasi negara dan warganya. Karena itu, meski sebagiannya tak elok dimata,
tak nyaman di telinga dan nyeri di hati, KPU tetap mesti menghormati
partisipasi publik ini dan kalau perlu memberikan penghargaan.
Kalau perlu, KPU bisa
memberikan sertifikat yang berisi ucapan terimakasih dan penghargaan kepada
warga yang berpartisipasi langsung secara gentlement dalam urusan penghitungan
suara ini.
Mengapa dibatasi kepada yang
gentlement saja? Karena partisipasinya partisipasi penuh dan bertanggung jawab.
Kalau yang sekedar merepet-repet di medsos itu, partisipasinya masih tanggung,
sebatas civic knowledge dan nyerempet dikit ke civic skill, tapi tidak sampai
kepada civic dispotition.
Apa yang ku maksud dengan gentlemen?
Yakni, mereka-mereka yang menemukan kesalahan input, lalu melaporkannya ke
hotline resmi yang disediakan KPU selain mempublikasi melalui medsos, kemudian
memantau perkembangan laporan itu dan mempublikasikan kembali jika perbaikan
sudah dilakukan. Inilah partisipasi penuh, yakni mereka ngerti dimana salahnya,
lalu menggunakan pengetahuan mereka untuk membantu menyelesaikan masalahnya,
kemudian punya kemampuan untuk menghormati feedback yang diberikan KPU. Yang
begini ini perlu diberikan penghargaan.
Tentu saja KPU juga mesti
memastikan bahwa akan ada feedback untuk seluruh informasi, laporan maupun
pengaduan. Jika tidak, akan sengat mengecewakan serta berpotensi memperbesar
kecurigaan terhadap independensi KPU plus menghilangkan semangat partisipasi
warga. Ini jalan yang baik untuk bersama-sama terlibat dalam upaya mewujudkan
pemilu yang transparan dan bermartabat.
Gimana, KPU? Setuju ngak? Hehehe.
Usulan ini tidak berlaku
bagi mereka-mereka yang membuat hoaks beserta para distributor hoaksnya
siapapun capres/cawapres yang didukungnya.
Pembuatan hoaks yang
ditujukan untuk mendiskreditkan pihak-pihak dalam pemilu, siapapun itu, apapun
jenis hoaksnya, beserta orang-orang yang turut mendistribusikannya bukan bentuk
partisipasi kewarganegaraan melainkan distorsi kewarganegaraan. Mereka tidak
sedang berkontribusi dalam membangun masyarakat madani, tapi mereka sedang
meracuni nalar banyak orang “lugu” yang malas menggali informasi. Ngapain harus
diberi penghargaan?
Btw, untuk mereka-mereka yang
mendo’akan laknat bagi pelaku kecurangan pada pemilu kali, titip donk. Tolong sekalian
mintakan laknat bagi para pembuat hoaks dan yang turut serta menyebarkannya,
siapapun mereka, siapapun capres/cawapres yang didukungnya. Mereka tidak hanya
curang, tapi juga merusak fondasi keberpikiran.
No comments:
Post a Comment