Berisi Opini dan Pemikiran Terkait Berbagai Isu (Hukum, Politik, Kemasyarakatan, Sosial Budaya) yang Sedang Berkembang dan Mencoba Untuk Menjaga Pikiran dari Berbagai Hoaks

Search This Blog

Friday, May 4, 2018

TERNAK KALAJENGKING DAN WAKTU

https://www.youtube.com/watch?v=8Bu-1co8FXs


Dari ramainya gonjang-ganjing soal ternak kalajengking di medsos aku mempelajari sesuatu.

Ternyata, waktu begitu cepat berlalu.


Generasi sekarang hidup pada era yang disebut dengan Revolusi Industri 4.0. Revolusi 4.0 ini ditandai dengan digitalisasi pada banyak bidang. Efeknya, kebutuhan akan tenaga fisik manusia mulai berkurang dan digantikan oleh mesin serta jaringan komunikasi berbasis internet.

Pada banyak bidang usaha, unit-unit kerja yang biasanya diisi oleh banyak orang, sekarang hanya diisi oleh beberapa orang dengan tugas mengoperasikan komputer dan jaringan. Bahkan ada perusahaan-perusahaan besar yang bergerak dalam bidang bisnis yang luas, tapi tidak memiliki aset yang menjadi pokok bisnisnya. Dampaknya jelas. Yang tidak mampu mengikuti perkembangan akan berguguran.



Traveloka misalnya. Perusahaan ini salah satu perusahaan yang memiliki jaringan transportasi dan perhotelan terluas, tetapi tidak memiliki sendiri moda transportasi (pesawat terbang, kapal, kereta api) dan hotel-hotel itu. Grab, Uber dan Gojek, merupakan perusahaan transportasi perkotaan paling maju sekarang ini, tapi tidak memiliki mobil dan sepeda motor yang menjadi core of business nya. Bukalapak, tokopedia, olx dan lainnya yang sejenis menjadi perusahaan retail dengan keutungan sangat besar, tapi tidak memiliki pabrik, fisik toko-toko dan barang-barang produksinya sendiri. Banyak lagi contoh yang bisa kita sebut termasuk bisnis-bisnis individu yang memanfaatkan medsos sebagai lapak jualannya.

Digitalisasi juga merambah kemana-mana. Di dunia kedokteran, medical chek up di banyak negara sudah diambil alih oleh komputer. Keahlian perawatnya tidak lagi sekedar memeriksa keadaan pasien, tapi mengoperasikan komputer untuk memeriksa keadaan pasien. Di dunia pendidikan, pembelajaran model hybrid learning berbasis konten digital sudah dikembangkan serta peran guru dan dosen akan semakin minimal. Beberapa perpustakaan juga tidak lagi menambah buku-buku cetak untuk koleksinya tapi menguatkan jaringan untuk bisa mengakses buku-buku atau jurnal dan sumber bacaan lainnya yang berbasis digital (e-book) dan orang dapat membaca kapan saja dia mau.

Di dunia administrasi perkantoran, beberapa orang sudah bisa melayani kebutuhan administrasi puluhan ribu orang menggunakan aplikasi dan jaringan. Bahkan, dunia politik juga mengalami digitalisasi. Pokok aktivitas kampanye dan sosialiasi tidak lagi dalam pertemuan-pertemuan tatap muka, tapi bagaimana mendistribusikan konten-konten politik melalui jaringan digital yang lebih ampuh untuk menjangkau dan mempengaruhi banyak orang.

Masyarakat juga tidak lagi repot untuk sekedar mencari informasi, karena informasi sudah tersedia di tangannya melalui smartphone masing-masing. Mudah sekali bagi masyarakat untuk menggali dan melakukan cek dan ricek informasi (jika mau).



Lalu bentuk aktivitas apa yang akan tersisa untuk manusia? Yakni bentuk aktifitas yang melibatkan daya nalar dan rasa, karena daya nalar dan rasa tidak dapat digantikan oleh mesin.

Bagaimana wujud ‘daya nalar’ ini? Wujudnya diantaranya, kecerdasan, inisiatif, reaksi terhadap momentum, kreativitas dan kemampuan melihat peluang. Saya setuju dengan yang dituliskan oleh Yuval Noah Hariri dalam bukunya “SAPIENS” bahwa daya nalar ini berkembang dari rasa keingintahuan, bukan sekedar penerimaan terhadap keadaan apa adanya. Keingintahuan inilah yang membawa manusia ketahap perkembangan yang hari ini kita rasakan. Karena itu rasa ingin tahu harus didorong dan jangan dibatasi. Misalnya tentang energi, Hariri mengatakan bahwa manusia tidak perlu khawatir tentang ketersediaan sumber-sumber energi karena energi bagi manusia adalah persoalan daya nalar terhadap keterpenuhannya kebutuhan. Matahari menurutnya bisa menjadi sumber energi yang tidak terbatas, hanya saja saat ini daya nalar manusia belum mampu memaksimalkannya dan orang-orang yang ingin tahu sedang dan terus berusaha untuk mengembangkan energi matahari ini. Tinggal dilihat saja wujudnya nanti.

Lalu, bagaimana wujud ‘rasa’ itu? Diantaranya adalah dedikasi, tanggung jawab, moralitas dan keimanan. Dengan dedikasi, orang akan berkomitmen penuh terhadap peran-peran dalam konstruk kehidupannya. Dedikasi juga akan menentukan apakah daya nalar itu benar-benar akan mencapai kemanfaatan atau tidak. Dengan tanggung jawab, orang akan menyelesaikan kerangka-kerangka kewajiban yang melekat padanya baik sebagai individu maupun sebagai bagian dari komunitas bersama serta kemudian menjadi dasar untuk akses terhadap hak-hak yang melekat dengan kewajiban-kewajiban. Dengan moralitas, orang akan mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk dalam relasi sosialnya dan menempatkan diri dengan tepat dalam jaringan-jaringan sosial. Dan, dengan keimanan, orang akan mampu melihat batas-batasan yang dimilikinya dan mencegahnya memproduksi kehancuran-kahancuran dalam posisinya sebagai mahkluk ciptaan Allah SWT.  



Hoax, fitnah, pelintiran, atau informasi yang tidak terlalu jelaspun seharusnya dengan mudah bisa diatasi jika ‘daya nalar’ dan ‘rasa’ ini berkembang dengan baik. Begitu masuk informasi seperti itu kepadanya, orang bernalar baik akan berusaha menggali kebenaran melalui sumber-sumber informasi yang ada digengamannya. Sedangkan, orang yang nalar dan rasanya bermasalah, akan langsung share tanpa peduli atau mengerti informasinya tepat dan valid atau tidak.

Jadi di zaman Revolusi Industri 4.0, mengembangkan ‘daya nalar’ dan ‘rasa’ merupakan hal yang tidak dapat tidak mesti dilakukan jika tidak ingin ditelan oleh perkembangan seiring berjalannya waktu ditambah lagi semakin terbukanya sekat-sekat negara. Negara yang kuat itu tidak lagi ditentukan oleh seberapa banyak penduduknya, ideologi yang dianutnya, atau jumlah pasukan yang dimilikinya tetapi ditentukan oleh seberapa canggih teknologinya dan seberapa hebat masyarakatnya mengembangkan diri.

Lalu apa hubungannya dengan ternak kalajengking yang disampaikan oleh Presiden Jokowi pada pidatonya beberapa waktu lalu itu? Hehehe, ngak usah terlalu dipikirkan bro, berat, biar aku saja, karena anda terpaksa harus melihat pidatonya secara utuh dan menelaah tulisan ini dengan baik:)

Lihat saja faktanya. Saat orang di negara lain mengembangkan pengobatan canggih dari racun kalajengking dan membuat harga racun itu melambung tinggi, sebagian besar kita malah baru tahu dan menjadikannya ajang untuk saling hina, ejek, menjatuhkan, dan menghilangkan daya nalar serta rasa untuk menelaah informasi. Wajar kalau negara lain lebih cepat berkembang dan maju.



Orang yang lambat menyadari bahwa zaman sudah berubah, teknologi semakin canggih, cara berpikir semakin maju serta membuang-buang waktu, akan disengat kalajengking waktu dan racun yang disemburkannya benar-benar menjadi racun.

Begitulah…

Note: Gambar yang digunakan untuk ilustrasi ini saya ambil dari tayangan youtube yang diupaload 2 Oktober 2012. Tayangan ini berisi tentang penggunaan kalajengking di Kuba untuk menyembuhkan kanker. Silahkan lihat videonya di sini.  


2 comments:

  1. Yakin anda selalu tidak hoki?? Kami tantang anda yang merasa selalu tidak hoki... Kami yakin tidak ada orang yang tidak hoki...disini akan kami adu hoki anda dengan hoki pemain lain...

    Hubungi Kami Secepatnya Di :
    WHATSAPP : 0813 3355 5662

    ReplyDelete
  2. Suka bermain Poker?
    terlebih menggunakan pulsa?
    apalagi Tanpa Potongan
    Wah tentu mau dong

    Mari join bersama kami di Donaco Poker
    WHATSAPP : +6281333555662
    CS 24 jam

    ReplyDelete